Kami menempuh perjalanan selama 8 jam dari Balikpapan menuju Bontang. Jalanan yang berkelok-kelok dan naik turun membuat kami merasa letih, masuk kota Bontang kami segera chek in di Hotel Bintang Sintuk. Kami berempat langsung beristirahat melepas lelah di kamar. Setelah shalat ashar anak-anak merengek kepengen banget berenang Kita turun ke lobby minta tiket berenang ke bagian resepsionis. Lalu kami berjalan ke luar hotel menuju area kolam berenang. Konon kabarnya Hotel Bintang Sintuk ini adalah satu-satunya hotel di Bontang yang ada fasilitas kolam renangnya. Kolam renangnya milik PT. Pupuk Kaltim.Anak-anak udah semangat sekali mau berenang. Sampai di gedung tempat kolam renang berada, ada petugas security datang menghampiri kami, Dengan sopan bapak security itu menyapa kami, “Selamat sore, mau berenang kah?” “Iya,” jawab kami. “Maaf hari ini kolam renangnya tutup, karena ini hari libur nasional, karyawan Pupuk Kaltim libur semua.”lanjutnya. Walahhh…..libur toh? Oh ya pantes, karena ini kan memang kolam renang milik PKT bukan milik hotel. Dengan perasaan kecewa kami berempat kembali ke hotel. Untuk mengobati rasa kecewa anak-anak yang nggak jadi benerang, suami mengajak kami jalan-jalan keliling kota Bontang…horreee!!!
Tujuan kami sore itu adalah Kampung Laut di kelurahan Bontang Kuala. Oh iya, udah pada tahu belum, kalau Bontang itu adalah kota yang sangat bersih dan teratur? Sepanjang jalan kamu bakalan susah menemukan sampah yang berserakan. Bersiiiiiihhhhhhhhh bingits! Nggak salah kalau Bontang udah 7 kali mendapatkan penghargaan Adipura. Yaitu penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan dan pengelolaan lingkungan. Bravo buat warga dan pemerintah kota Bontang!!!
Oke, tadi tujuan kita ke Kampung Laut Bontang Kuala. Ada apa sih di Kampung Laut ini? Kemarin kan udah dibahas ya, kalau wilayah Bontang itu 70%nya adalah laut. Nah di Bontang ini ada perkampungan yang berdiri di atas laut. Iyaaa rumah-rumah perkampungan gitu, tapi ini berdiri di atas laut. Menggunakan kayu ulin sebagai patok-patok penyangga dan tersusun berderet sebagai landasan kita berpijak.
Kita bahas sedikit soal kayu ulin ya. Ok, kayu ulin adalah kayu yang berasal dari pohon ulin yang tumbuh di pulau Kalimantan dan Sulawesi. Kayu ini adalah jenis kayu keras kelas satu karena ketahanannya terhadap rayap, tidak mudah busuk, awet dan salah satu keistimewaannya adalah apabila lama direndam dalam air atau bahkan jika terkena air laut struktur kayu ini akan semakin padat atau semakin keras. Kayu ulin termasuk kayu langka dan kebanyakan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan perahu, dan jembatan kayu. (sumber : http://www.rajawaliparket.com )
Kembali lagi soal Kampung Laut, kami tiba di kawasan itu sudah mendekati waktu shalat magrib. Matahari belum terbenam, jadi kami sempat menikmati pemandangan kampung yang di atas laut. Rumah-rumah berderet rapi di sepanjang jalan yang terbuat dari kayu ulin. Motor-motor yang melintasi jalanan yang terbuat dari kayu ulin menimbulkan suara “gelodak-gelodak”. Kampung ini sangat bersih dan rapi. Di bagian tengah kampung dipisahkan oleh perairan, seolah-olah kampung ini terpisah menjadi dua bagian, dan dihubungkan oleh beberapa buah jembatan. Tujuan pertama kami berempat adalah mesjid. Kami mampir untuk shalat magrib di sebuah mesjid yang pertama kali kami temui ketika masuk kawasan ini. Mesjid ini cukup besar dan catnya berwarna hijau, saya lupa apa nama mesjibnya. Selesai menunaikan shalat magrib matahari sudah terbenam. Kami melanjutkan acara “mengukur jalan” alias jalan kaki berkeliling dari ujung ke ujung di Kampung Laut di bawah cahaya bulan dan ditemani taburan bintang-bintang di langit. Suasana kampung sepi, karena sudah malam, tempat makan pun sudah pada tutup, kecuali dua buah restoran yang terletak di ujung kampung, tapi kami nggak makan di sana. Alhamdulillah meskipun singkat kami berempat sangat menikmati jalan-jalan di perkampungan ini.
…bersambung…
itu latar masjidnya bukan dari cor-coran semen ya, kayak kayu gitu ala – ala vintage 😀
LikeLike
iya Mba Sari dari kayu
LikeLike