Posted in #BukanSuperMom, Anak-Anak, Jalan-Jalan

Terbang Bertiga

image

Pergi naik pesawat bersama anak-anak adalah hal yang biasa saja. Karena hal ini sering dilakukan oleh banyak orang. Tapi bagaimana kalau harus pergi di waktu yang tidak ramah anak? (tengah malam misalnya?)

Ketika tinggal di Balikpapan saya cukup sering pergi bertiga dengan anak-anak menggunakan pesawat. Tujuannya kemana lagi kalau bukan ke Bandung, tempat tinggal orang tua saya dan pak suami. Biasanya kami pergi ketika liburan semester dan hari raya. Karena anak-anak hari liburnya nggak sama dengan liburnya pegawai menyebabkan pak suami tidak bisa ikut atau kalaupun ikut biasanya menyusul. Jadi saya sering terbang bertiga saja dengan anak-anak.

Terbang bertiga dengan anak-anak adalah pengalaman yang seru buat saya. Kalau pergi dengan suami hati saya rasanya tenang sekali, karena ada yang menjaga anak-anak, mengurus barang-barang, mengurus ini itu dan ada yang bayarin kami jajan, pokoknya saya tinggal duduk manis aja 😀 😀 :D.

Kalau tidak ada suami, apa-apa harus saya lakukan sendiri.

Ini adalah pengalaman saya naik pesawat bertiga dengan anak-anak tanpa pak suami. Pengalaman yang tak terlupakan bagi saya karena harus pergi pada jam yang tidak ramah anak.

Untuk menuju kota Bandung, dari Balikpapan kami menggunakan penerbangan ke Jakarta, dengan waktu tempuh sekitar 2 jam-an. Setelah itu dari bandara Soetta kami harus naik bis Primajasa pemandu moda menuju kota Bandung, kampung halaman kami, dengan waktu tempuh antara 3 sampai 4 jam tergantung ada macet di jalan tol atau tidak. Demikian sebaliknya ketika dari Bandung ke Balikpapan.

Biasanya kami dari Balikpapan ke Jakarta naik pesawat malam pukul 19 ke atas. Alasannya supaya saya dan anak-anak bisa kangen-kangenan dulu sama pak suami. Karena dalam beberapa hari ke depan kita kan nggak bertemu sementara waktu.

Kemudian kami dari Bandung kembali ke Balikpapan menggunakan pesawat paling pagi dari Jakarta, biasanya pada hari Sabtu atau Minggunya.

Di sebelah mana bagian yang rempongnya? Yang bikin rempong itu di bagian waktu keberangkatan yang tidak ramah anak. Menggunakan penerbangan malam (Balikpapan-Jakarta) dan yang paling pagi (Jakarta-Balikpapan).

Jakarta-Balikpapan ada perbedaan waktu satu jam, lebih cepat di Balikpapan (contoh : kalau di Balikpapan sudah pk 06.00 wita, di Jakarta baru pk 05.00 wib). Jadi kalau kami berangkat dari Balikpapan pk 19.00 wita (penerbangan 2 jam) tiba di Jakarta pk 20.00 wib. Setelah landing, menunggu bagasi, memakan waktu paling cepat 30-45 menit, lalu keluar ke pelataran bandara Soetta. Kira-kira pk 20.45 wib paling cepat, saya sudah ada di luar dan segera menuju counter tiket bis Primajasa di bandara. Kalau beruntung saya bisa langsung naik bis (bis ini berangkat setiap 30 menit sekali). Biasanya kami harus menunggu sekitar 30 menit-an. Misalnya saya dapat bis pk 21.30 wib, berarti kami akan tiba di Bandung pk 24.30 wib (tengah malam).
Itu kalau pesawatnya berangkat tepat pk 19.00 wita dari Balikpapan, kalau lebih malam berarti kami tiba di Bandung pk 1 atau 2 dini hari 😦 .

Sebaliknya, ketika melakukan perjalanan dari Bandung-Balikpapan. Kami selalu menggunakan pesawat paling pagi dari Jakarta (biasanya pesawat yang pk 05.30 wib). Artinya saya harus berangkat dari Bandung tengah malam menggunakan bis pemandu moda (saya memilih berangkat dari Bandung lebih awal karena musim liburan dan weekend biasanya terjadi kemacetan di jalan, dari pada terlambat dan tiket kami hangus lebih baik kami menunggu di bandara).

Anak-anak waktu itu masih kecil. Mereka bingung karena jadwal tidur mereka diacak. Yang seharusnya sudah istirahat, ini masih di jalan. Kalau sudah di dalam pesawat mereka jarang tidur, tapi kalau pesawat akan landing mereka baru tertidur pulas. Begitu juga perjalanan menggunakan bis pemandu moda dari dan akan ke Bandung. Inginnya saya begitu masuk bis, anak-anak langsung tidur supaya nanti pas sampai nggak susah dibangunin. Yang sering kami alami sama seperti di dalam pesawat, giliran masih jauh nggak mau pada tidur. Waktu sudah dekat mau turun bis, malah sedang tidur pulas 😦 . Ya namanya juga naik angkutan umum, kita tidak bisa seenaknya, waktunya turun harus cepat turun, karena bisnya akan segera pergi ke terminal berikutnya.

Waktu itu si sulung umurnya masih 7 tahun dan si bungsu umurnya masih 4 tahun. Sulung udah lumayan mengerti dan bisa membantu saya sedikit, tapi bungsu masih belom ngerti apa-apa.

Saya pernah menggendong bungsu turun dari pesawat, karena dia tidur pulas sekali. Badan si bungsu agak besar, lumayan berattt menggendong dia dari kursi pesawat sampai tempat mengambil barang bagasi. Beruntung, si sulung pengertian banget, dia membantu saya membawakan tas-tas yang masuk kabin, meskipun tasnya berat dan masih baru bangun tidur sulung tetap membantu saya.

Sekali waktu kami pernah berangkat dari Bandung pukul 1 dini hari naik bis pemandu moda ke bandara Soetta. Tiba di Bandara pukul 4.30 pagi. Kami bertiga turun dari bis di terminal F masih dalam keadaan mengantuk sekali. Barang-barang diturunkan oleh kernet bis di pembatas jalan yang berada di tengah jalan. Untuk mengambil troli saya harus menyeberang agak jauh. Agak khawatir sih, karena anak-anak masih ngantuk dan saat itu nggak ada orang kecuali kami bertiga. Saya lari mengambil troli di seberang sementara anak-anak menjaga barang (saya kalau mudik bawaannya suka banyak biasanya 2 ransel, 1 koper ukuran besar, 2 kardus ukuran kardus rokok yang besar 😀 😀 ). Cepat-cepat kami angkut barang ke atas troli lalu berjalan ke pelataran bandara. Si bungsu masih merem, si sulung yang masih ngantuk banget ya terpaksa membantu saya mendorong troli ke pelataran ruang cek in.

Lain waktu, kami juga pernah tiba di bandara Soetta kurang lebih sama lah waktunya, pk 4.30 an. Saat itu kami turun dari bis di terminal C, di sana ramai banyak orang. Meskipun turun dari bis masih dalam keadaan ngantuk dan harus menyeberang jalan untuk mengambil troli, karena banyak orang saya bisa menitipkan anak-anak ke orang yang sedang berdiri di dekat kami (ya lihat-lihat dulu sih orangnya, cari yang kira-kira orang baik). Lalu saya menyeberang jalan mencari troli.

Pernah juga kami bertiga sudah di ruang boarding, sudah dapat panggilan naik pesawat, eh…si bungsu menghilang. Panik banget, saya berdua si sulung keliling mencari bungsu, taunya dia lagi turun ke lantai bawah pakai eskalator sendirian…haduhhhh -__-“.

Menunggu di pintu yang salah juga pernah kami alami. Padahal kami menunggu di pintu yang benar sesuai yang tertulis pada tiket. Setelah menunggu cukup lama, di layar display ada pengumuman penerbangan terlambat beberapa menit. Setelah keluar pengumuman itu tak lama kemudian jadwal penerbangan pesawat kami tidak muncul di layar display. Saya dan beberapa calon penumpang beberapa kali menanyakan ke petugas tapi petugasnya hanya bilang, “Pesawatnya terlambat, silahkan tunggu.” Untung si sulung anaknya tanggap. Sambil menunggu ia selalu memperhatikan layar display keberangkatan pesawat. Ia minta ijin ke pintu lain untuk melihat jadwal penerbangan kita ada tidak tertera di display yang lain. Tidak lama kemudian si sulung datang berlari-lari pada kami. “Ma…pintunya ada di ujung sana, ayo cepat kita sudah disuruh naik pesawat!” Kami bertiga dan beberapa calon penumpang lainnya segera ke pintu yang berada di sebelah ujung.

Itulah beberapa pengalaman saya terbang bersama anak-anak pada jam yang tidak ramah anak. Semakin bertambah usia, anak-anak makin mengerti dan mudah diatur. Dan mereka akhirnya terbiasa berpergian pada jam segitu.

Pada tahun 2013 kalau nggak salah ada penerbangan langsung Balikpapan-Jakarta pp. Tapi kami tidak pernah naik penerbangan itu karena harga tiketnya muahaaal.

Sebetulnya lebih nyaman jika pergi pada waktu yang bersahabat dengan anak. Tapi bagaimana jika situasi dan kondisi mengharuskan kita pergi pada waktu tengah malam seperti pengalaman saya? Saya mau bagi-bagi tips bagaimana agar tetap nyaman berpergian pada waktu yang tidak ramah anak.

1. Mencari informasi yang lengkap tentang perjalanan. Ini penting banget, mulai dari jadwal keberangkatan, situasi jalan, posisi counter tiket, fasilitas umum, dan lainnya. Biasanya saya rajin tanya sama suami dan teman-teman saya sesama ibu yang sering melakukan perjalanan bersama anak-anak tanpa didampingi suami.

2. Informasikan semua info (jadwal keberangkatan, nomor penerbangan, nomor kursi dll) ke anak-anak. Ajarkan anak untuk selalu membaca jadwal dan rambu-rambu yang ada di papan display sepanjang perjalanan. Ajak anak untuk selalu aware sama situasi sekitar. Ajak anak untuk selalu membaca tata cara menghadapi situasi darurat yang biasanya brosurnya tersedia di kursi penumpang. Jangan biarkan dia cuma main game aja.

3. Buat aturan dan biasakan anak untuk disiplin. Misalnya akan melakukan perjalanan menggunakan bis selama 4 jam, sebelum naik bis anak-anak harus buang air kecil dan besar, karena di dalam bis tidak bisa. Atau, biasakan sebelum berpergian perut nggak boleh kosong, biasakan sebelum pergi makan dulu minimal makan roti, dan bawa bekal makanan secukupnya yang disukai anak.

4. Bagi-bagi tugas membawa barang. Karena kalau saya berpergian suka banyak bawa barang, mau nggak mau harus gotong royong melibatkan anak-anak. Lebih baik membawa barang secukupnya saja, jangan seperti saya -__- .

5. Ajak dan biasakan anak untuk berdoa sebelum dan selama di perjalanan. Agar Tuhan selalu melindungi dan memberikan kemudahan di perjalanan.

Meskipun repot pada awalnya, akhirnya saya dan anak-anak terbiasa dengan situasi berpergian seperti ini. Lama kelamaan sudah tidak repot apalagi anak-anak semakin besar. Mereka sudah lebih mengerti dan semakin asyik diajak kerja sama. Tapi saran saya sih selama masih bisa memilih, sebaiknya pilihlah waktu perjalanan yang ramah anak.

Selamat berlibur!

Author:

seorang ibu, suka membaca,menulis, jalan-jalan, mencoba berbagai kuliner, olah raga, dan sangat mendukung pemberian ASI eksklusif serta penggunaan obat secara rasional /RUM (Rational Use of Medicine)

15 thoughts on “Terbang Bertiga

    1. Iya Bu, ya mau gimana lagi kalau masih bisa ke bandung kita usahakan sekuat tenaga buat nengokin ortu dan mertua di sana. Kalau kebetulan bisa dapat tiket garuda indonesia yang lagi promo alhamdulillah, tapi seringnya dapat tiket pesawat biasa yg murah

      Like

  1. nano-nano perasaan ya mba kalo naik pesawat sama naak2 aja tanpa suami. saya juga pernah tapi sebenarnya suami jg berangkat hanya beda pesawat. saya sama anak perempuan naik GA suami sama anak laki naik citylink. sempet deg2an takut salah naik pesawat hehe tapi senjata saya banyak nanya aja dan ngikutin yg lain yg mau naik pesawat yg sama hehe

    Like

  2. Bepergian tengah malam sama anak 4 th dan 7th ? Wah pasti saya bisa kewalahan. Apalagi klo bawa koper segala. Kok kuat dirimu mbak?

    Maaf ni ya mbak tapi nurut saya horor banget klo mesti ngalamin hal yang demikian.

    Like

  3. Wah… Bermanfaat banget tipsnya Mbak… Soalnya saya selalu panik duluan kalau disuruh Pak suami pergi mudik cuma sama anak2. Padahal kami terbang juga di waktu yang lumayan ramah buat anak2. Makasih udah share. Salam kenal dari Banjarmasin

    Like

  4. Huwwiii..jagoan bener mbak, Salut!!, kalo saya dan suami penakut untuk urusan naik pesawat, kecuali terpaksa karena dapat Reward, apalagi anak-anak pada belum pernah, hanya si mbarep itupun sekali waktu masih kecil..hiks.

    Like

Terima kasih ^_^