Posted in kegiatan ku, Workshop

Workshop Mewujudkan Sekolah Ramah Anak

jamboreramahanak
dokumen pribadi

Akhir-akhir ini berita mengenai anak yang menjadi korban kriminalitas banyak mencuat ke media. Baik anak yang menjadi korban yang dilakukan oleh orang dewasa, maupun menjadi korban oleh temannya sendiri. Beberapa waktu ke belakang kita semua dikejutkan dengan kasus pembunuhan Angeline, kasus anak yang diterlantarkan oleh orang tuanya sendiri, kasus penculikan anak. Lalu penemuan seorang anak perempuan dalam kardus. Tak lama berselang ada lagi kejadian perkelahian siswa SD yang menyebabkan korban tewas. Aduh miris banget ya kalau mendengar berita-berita seperti ini. Kok semakin kesini kayaknya dunia ini semakin nggak aman buat anak-anak kita.

Pada hari Sabtu, 16 Oktober 2015 yang lalu saya menghadiri “Workshop Mewujudkan Sekolah Ramah Anak” yang diadakan oleh SDN tempat anak-anak saya sekolah. Selain workshop untuk orang tua murid dan guru-guru, sekolah juga mengadakan Perkemahan Jambore Ramah Anak untuk anak-anak kelas 4,5,6.

Acara dibuka oleh Bapak Camat Ciracas (bapak Romi Sidharta).  Serta dihadiri oleh  Bapak Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur (Bapak Drs. H. Arie Budiman) beserta staff. Dan Ibu  Bapak guru serta kepala sekolah di liingkup gugus. Workshop ini dipaparkan oleh Kepala Sekolah. Tujuan diadakannya workshop serta jambore ini adalah agar orang tua serta guru mengetahui situasi yang dihadapi anak-anak saat ini, dimana saat ini anak-anak banyak yang menjadi objek kriminlitas. Jika ortu dan guru sudah mengetahui situasi maka sangat diharapkan antara ortu dan guru membangun komunikasi dan kerja sama yang baik serta menciptakan lingkungan yang ramah anak  untuk mencegah anak-anak menjadi objek kriminalitas.

Berikut ini catatan saya dari workshop sekolah ramah anak :

Apakah sekolah ramah anak? Sekolah ramah anak adalah sekolah yang secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggung jawab. Prinsip utamanya adalah non diskriminasi kepentingan, hak hidup serta penghargaan terhadap anak. Sebagaimana dalam bunyi pasal 4 UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak, menyebutkan bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlingungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disebutkan di atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dijabarkan sebagai hak untuk berpendapat dan didengarkan suaranya. Sekolah ramah anak adalah sekolah yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan, kehidupan sosial serta mendorong tumbuh kembang dan kesejahteraan.

Sikap guru terhadap anak. Secara kasat mata profil guru dapt dilihat dari cara mereka berhadapan dengan anak. Guru sebagai sahabat anak harus dapat menunjukkan perilaku adil terhadap seua anak tanpa memandang status sosial maupun keadaan fisik anak, baik anak normal maupun berkebutuhan khusus serta menghormati hak-hak anak. Kasih sayang terhadap semua anak, menerapkan norma-norma agama dan budaya yang berlaku.

Metode pembelajaran yang ramah anak adalah proses belajar mengajar yang dikemas sedemikian rupa sehingga anak merasa nyaman dalam mengikuti pelajaran tanpa rasa cemas, takut dan dapat menjadikan anak lebih kreatif.

Ruang lingkup kelas harus benar-benar mendukung gerak anak, membuat anak betah berada di kelas. Yang tidak kalah penting adalah sanitasi higienis, yaitu tersedianya sarana MCK untuk melatih anak hidup bersih dan sehat.

Ada 6 indikator sekolah ramah anak, yaitu : Inklusif serta proaktif, sehat, aman dan protektif, partisipasi masyarakat, efektif dan berpusat pada anak, kesetaraan gender dan sistem sekolah ramah anak.

Prinsip membangun sekolah ramah anak adalah sekolah dituntut untuk mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah media. Dunia anak adalah bermain. Sekolah harus mampu menciptakan ruang bagi anak untuk berbicara mengenai sekolahnya dan sekolah bukan merupakan dunia yang terpisah dari realitas.

Sekolah tidak hanya tempat untuk belajar dan bermain, akan tetapi anak juga diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengeluarkan pendapatnya, menilai pelayanan sekolahnya, termasuk juga menyampaikan penilaian dan pendapatnya mengenai orang tua dan gurunya.

Tiga hal yang mendukung terciptanya sekolah ramah anak :

  1. Keluarga, sebagai pusat pendidikan utama dan pertama bagi anak memberi ruang berkreasi dan berekspresi.
  2. Masyarakat sebagai komunitas dan pendidikan setelah keluarga, menjalin kerjasama dengan sekolah sebagai penerima out put sekolah.
  3. Sekolah, yang melayani kebutuhan anak didik, sebagai motivator, fasilitator sekaligus sahabat bagi anak.

Harapan saya sebagai orang tua dan kayaknya mewakili para orang tua lainnya, agar antara ortu-sekolah-masyarakat  bisa bergandeng tangan, bahu membahu, membangun komunikasi yang baik supaya bisa mewujudkan lingkungan ramah anak (nggak hanya di sekolah aja). Orang tua tidak menyerahkan 100% tanggung jawabnya kepada guru. Baik ortu maupun guru mempunyai  andil dalam mendidik anak. Orang tua tidak lagi takut atau sungkan untuk menyampaikan masukan kepada guru. Sebaliknya guru pun menerima dengan tangan terbuka masukan dari orang tua, jangan judes dan berburuk sangka terhadap ortu. Dan apabila guru memberi masukan tentang anak didiknya kepada orang tua, sebaiknya ortu juga mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru sebagai masukan. Dan yang penting keduanya harus punya itikad baik demi kemajuan serta kebaikan anak didik. Masyarakat juga diharapkan dapat lebih peduli dan tanggap bila di melihat ada yang mencurigakan di lingkungan sekitarnya.

Anak-anak adalah masa depan kehidupan, generasi penerus bangsa yang harus kita jaga tumbuh kembangnya. Mereka harus bisa tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak unggulan, bermental baja, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohaninya.