Selamat siang!
Bagaimana pengalaman mengantarkan hari pertama anak ke sekolah ? Heboh? Seru? Atau malah terharu biru? Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar dan sesuai rencana ya.
Kalau cerita saya sendiri tahun ini si sulung masuk SMP dan bungsu kelas 4 SD. Tidak terasa, rasanya baru kemarin saya dan suami mengantar si sulung di hari pertamanya sekolah di sekolah swasta Islam di daerah tempat kami tinggal. Dan rasanya baru kemarin si bungsu masuk kelas 1 SD di Balikpapan.
Alhamdulillah si sulung mendapatkan nilai USMBD yang bagus, dengan nilai rata-rata di atas 9. Sehingga memudahkan ia lulus seleksi PPDB SMP Negeri jalur umum di salah satu sekolah unggulan di daerah tempat kami tinggal. Sebelum libur hari raya urusan mencari sekolah SMPN sudah beres.
Kebetulan sehari sebelum hari pertama masuk sekolah saya pindah rumah. Kalau dibilang repot, wah repot sekali. Seminggu sebelumnya suami dan anak-anak sudah saya minta menyiapkan baju seragam yang akan dipakai selama seminggu ke depan, baju seragam dan perlengkapan tersebut saya masukkan ke dalam satu koper khusus. Tujuannya agar tidak bingung mencari karena semua barang masih di dalam kardus dan bertumpukkan.
Malam Senin dalam keadaan lelah, tetangga dan keluarga adik yang membantu kami sejak pagi sudah pulang. Tinggallah kami berempat di rumah baru yang barang-barangnya masih berantakan.
Kami mulai menyiapkan seragam untuk dipakai besok, hari pertama masuk sekolah. Malam itu sekitar pukul 23 semua sudah konfirmasi ke saya bahwa seragam untuk hari Senin sudah siap dipakai. Saya saat itu sudah capek sekali, tidak men-chek seragam mereka, saya langsung tidur.
Esok harinya , sebelum subuh kami berempat sudah bangun. Saya langsung ke dapur masak sarapan dan bekal makan siang, suami dan anak-anak mandi dan siap-siap. Tiba-tiba suami keluar dari kamar memakai kemeja putih yang kekecilan, “Bu, ini kemejanya kok aneh ya?” Saya memperhatikan kemeja yang digunakan suami, “Loh Pa, ini kan seragam si sulung kok dipake sama Papa sih?” Saya baru-baru ke koper mencari kemeja putih milik suami. Alhamdulillah tidak lama kemudian saya berhasil menemukan kemeja putih milik suami, saya setrika dulu. Setelah disetrika, saya serahkan ke suami. Eh, suami saya protes lagi, “Bu, ini kan celana yang sobek..kok Papa disuruh pake celana yang ini sih?” Ya ampuuun…saya kembali ngubek-ubek koper mencari celana hitam dan menyetrikanya.
Anak-anak alhamdulillah seragamnya udah benar semua, mereka sarapan , setelah itu siap-siap memakai sepatu di teras. Tiba-tiba si bungsu lari ke gudang, ternyata sepatu yang ia siapkan kemarin salah (dia salah ambil, yang diambil sepatunya yang sudah rusak). Dia tidak berhasil menemukan sepatu sekolahnya. Saya ikut membantu si bungsu mencari sepatu di dalam kardus. Akhirnya ketemu, cepat-cepat ia pakai karena waktu sudah hampir setengah enam, waktunya berangkat.
Waktu itu saya masih di dapur, si sulung mendatangi saya, “Bu, itu di depan ada tetangga ingin ketemu sama Ibu.” Saya cepat-cepat keluar rumah, benar saja ada seorang Ibu usianya sudah paruh baya berdiri di depan gerbang rumah kami. Intinya Ibu itu protes karena saya membuang sampah di tempat dia. Dan Ibu itu minta saya segera mengambil dan memberikan semua sampah kardus milik saya itu. Aduh…nyebelin banget, subuh-subuh sudah diomelin orang, lagi pula saya tidak tahu yang membuang sampah kardus itu bukan saya tapi yang membantu kami kemarin pindahan. Tapi ya sudah lah, itu menang sampah milik saya, ya saya harus bertanggung jawab.
Suami sudah mengeluarkan motor, anak-anak bergantian salaman pamit pada saya, mereka bertiga berangkat ke sekolah dan tempat bekerja. Sedangkan saya cepat-cepat ke tempat sampah Ibu yang barusan protes itu, memunguti semua sampah milik saya dan memindahkannya ke depan rumah saya. Ah, untung hari masih gelap.
Selesai dengan urusan sampah, saya buru-buru masuk ke rumah, saya harus beres-beres rumah. Hari ini ada rapat di sekolah si sulung pukul 7. Suami Menyuruh saya berangkat menggunakan gojek saja, tidak boleh bawa mobil katanya karena jalanan macet.
Saya pesan gojek ketika sudah siap berangkat. Tiga menit kemudian gojek datang. “Mas, tolong antar saya ke SMPN * ya.” kata saya menjawab sapaan sopir gojek. “Bu, SMPN* itu di mana tempatnya?” kata sopir gojek. Saya bengong sebentar, berusaha mengingat alamat yang tertulis di surat undangan rapat. “Kalau nggak salah di jalan *** Mas, tahu kan?” Sopir gojek itu menjawab dengan polos, “Nggak tahu Bu.” “Ha??” Saya kaget mendengarnya, maklum karena saya belum hafal route sekolah baru anak saya ini. Rasanya lemas mendengar si Mas gojek juga tidak tahu. “Saya juga nggak tahu Mas…” jawab saya. Waduh ini gimana sih harusnya dia sebagai sopir ojek wajib tahu jalan donk kan dia juga pakai GPS. “Ya udah kita jalan aja sekarang, ini sudah hampir mulai rapatnya” , kata saya buru-buru pakai helm dan naik motor.
Lima belas menit kemudian kami tiba di sekolah. Sudah ramai sekali, parkiran mobil dan motor sudah penuh. Setelah membayar gojek saya bergegas menuju gedung pertemuan tempat diselenggarakannya rapat. Di sana sudah penuh dan saya tidak kebagian tempat duduk. Saya mengikuti rapat sambil berdiri.
Eh…tunggu!!! Tulisan ini kan judulnya “Hari Pertama Sekolah”, kok isinya malah menceritakan saya sih?? 😂😂😂😂😂
Intinya sih begini, hari pertama masuk sekolah anak-anak diantar oleh suami. Alhamdulillah lancar semuanya. Saya bersyukur sekali menjadi warga DKI Jakarta karena sekolah di sini sangat mudah. Proses seleksi PPDB DKI juga saya rasa adil dan anak saya alhamdulillah berhasil masuk SMPN unggulan. Perhatian pemerintah tentang pelarangan praktek perploncoan di sekolah juga saya sambut dengan gembira. Karena menurut saya perploncoan terhadap anak baru itu lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Hal ini juga berulang Kali disampaikan oleh Ibu Kepala Sekolah dalam rapat kemarin. Bayangkan jika plonco masih berlaku bagi Siswa baru, nggak tahu bagaimana repotnya saya dan anak saya yang baru pindahan harus bikin ini itu, mencari ini itu untuk tugas MOS belum lagi berapa biaya yang harus dikeluarkan. Kami sebagai orang tua murid juga tidak dibebani kewajiban membeli seragam olah raga, batik, dan baju Muslim dari sekolah. Ibu Kepsek menegaskan berkali-kali bahwa hal ini sudah menjadi peraturan dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Dan di sekolah tidak boleh ada pungutan. Ada satu kalimat yang disampaikan oleh Ibu Kepsek yang membuat saya kagum pada sekolah ini yaitu : ” Gaji guru serta tunjangan yang diberikan oleh pemerintah sudah sangat cukup, kami dibayar untuk melayani para murid anak didik kami, serta para orang tua. Saya siap 24 jam jika Ibu/Bapak ingin menghubungi saya tentang urusan anak-anak kita.”
Bu Kepsek, semoga apa yang Ibu sampaikan betul-betul sesuai dengan pelaksanaannya di lapangan….aamiin. Saya istri pegawai Negeri sipil dan suami saya selalu mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.
Sekian cerita hari pertama sekolah anak-anak saya. Hari berikutnya kami berempat masih sibuk dengan urusan beres-beres rumah 😂.
Bagaimana dengan cerita mu?