Posted in curcol, Renungan

Perempuan Dan Buku Katalog

image

Siang itu di halaman sekolah, saya sedang duduk bersama beberapa ibu yang menjemput anaknya. Tiba-tiba beberapa anak perempuan datang dan mereka mengambil posisi duduk di dekat saya. Salah seorang dari mereka membawa sebuah majalah. Mereka berebutan tak sabar ingin membuka majalah itu.
“Ini-ini”, salah seorang dari mereka menunjuk sesuatu dalam majalah.
” Bagus ya!” yang lain menimpali.
“Kalau aku ingin yang ini”, kata yang lainnya. Mereka membuka lembaran demi lembaran majalah dengan saling berkomentar.

Karena cukup heboh, saya pun penasaran. Baca majalah apa sih? Saya menengok dan berusaha melihat majalah apa yang sedang mereka baca. Oohhh…ternyata mereka sedang membuka lembaran katalog salah satu produk tas, baju dan sepatu. Saya tersenyum melihat tingkah polah anak-anak ini.

Perempuan dan buku katalog hubungan keduanya cukup akrab. Mengingat salah satu hobby dari kebanyakan perempuan adalah belanja. Bahkan semenjak usia anak-anak pun sangat antusias melihat-lihat, mengagumi dan memilih-milih gambar yang ada dalam katalog.

Keberadaan katalog untuk konsumen menurut saya sangat penting. Terutama untuk yang sedang mencari barang yang dibutuhkan. Misalnya ketika saya akan membeli pompa air. Tentu sebelum membeli saya harus tahu beberapa merk pompa beserta detil barangnya sebagai pertimbangan mana yang cocok untuk saya beli. Dari mana saya bisa tahu kalau bukan dari katalog.

Tapi, yang bahaya dari kegiatan melihat-lihat katalog adalah ketika hal ini dilakukan untuk iseng. Bahaya karena yang tadinya cuma iseng melihat- lihat katalog, lama-lama timbul rasa ingin memiliki. Padahal  tidak  membutuhkan barang itu. Parahnya lagi kalau mata dan logika lagi nggak nyambung.  Lagi nggak punya duit juga nggak peduli, pokoknya harus beli barang itu titik. Atau hanya karena nggak mau kalah gengsi sama teman kita yang ngeborong. Ikutan ngeborong juga padahal lagi ngga ada uang. Ah, kan uangnya bisa pinjam dulu sama teman. Wah, kebetulan bayarnya bisa dicicil. Tak terasa kita pun diseret ke dalam dunia hutang piutang. Waduh, bisa runyam kalau sudah begini.

Apalagi kalau eksis dalam komunitas. Sering kali eksistensi seseorang itu diukur dari seberapa mampu tingkat ekonominya. Jadi, masalahnya karena nggak mau kalah gengsi dan perasaan nggak enak karena nggak mampu ikut-ikut beli ini itu. Perasaan ini akhirnya membuat banyak perempuan  terjebak dalam urusan hutang piutang yang ujung-ujungnya buntu alias nggak bisa melunasi hutangnya. Parahnya lagi, urusan hutang yang tidak bisa dibayar ini bisa melebar kemana-mana sampai menghancurkan  rumah tangga. 😦

Lalu bagaimana dengan yang masuk dalam katagori mampu? Menurut saya sih sama saja. Tetap harus mempertimbangkan apakah perlu membeli atau tidak. Jangan sampai barang-barang  menumpuk di rumah dan menjadi mubazir.

Katalognya sih nggak salah, selama kita  mampu mengontrol diri sendiri. Mampu membedakan mana yang merupakan kebutuhan dan keinginan. Mau ada setumpuk katalog di depan mata nggak jadi masalah. Perempuan nggak harus identik dengan sifat boros.  Justru perempuan harus pintar memanfaatkan katalog. Misalnya untuk memcari barang yang kualitasnya bagus dan harganya lebih murah. Atau malah sebaliknya, katalog digunakan untuk mencari penghasilan tambahan.

Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).