Posted in curcol

Potret Generasi Masa Depan Bangsa?

https://coretanirai.wordpress.com
Gambar : koleksi pribadi

Apa yang ada dalam pikiran anda ketika melihat foto ini? 

Tadi pagi pulang dari olahraga jalan cepat, saya melihat sekelompok anak usia SD sedang asyik main hp di gang dekat rumah. Saya kaget karena melihat hampir semua anak asyik dengan hpnya. 

Pemandangan seperti ini sudah biasa terjadi di sekitar lingkungan tempat tinggal saya. Anak-anak dengan hpnya anteng duduk di pinggir jalan. Tidak hanya anak kecil, kalau sore hari ada juga sekelompok remaja yang rutin nongkrong di depan warung sambil asyik main hp.

Sebetulnya saya prihatin dengan fenomena seperti ini. Saat ini orang tua banyak yang tanpa pikir panjang memberi anaknya sebuah hp android. Bahkan di kalangan ekonomi bawah sekalipun. Mbak yang membantu di rumah saya pernah cerita, anaknya merengek minta dibelikan tab karena teman-temannya semua punya hp android. Dengan alasan supaya anaknya tidak ketinggalan jaman, akhirnya ia memenuhi keinginan anaknya. Tab tersebut digunakan untuk main game dan mengakses internet. Dan tidak lama kemudian tabnya rusak. Padahal maaf-maaf ya, mbak ini rumahnya aja sederhana sekali dan kondisi ekonominya pun di bawah.

Semudah itu para orang tua memberikan gadget pada anak, memfasilitasi anak dengan sebuah perangkat yang jika tidak dibarengi dengan bimbingan dari orang tua gadget itu akan merusak pribadi anak.

Tapi kan sekarang jamannya teknologi informasi. Tidak bisa dicegah, justru kalau dicegah nanti malah jadi boomerang buat diri sendiri. Nanti anaknya dibilang kampungan mau? (Kalau saya sih nggak peduli mau dibilang kampungan juga silahkan aja)

Saya mungkin orang yang punya pikiran kuno. Saya dan suami sampai detik ini baru memberikan hp pada anak kami yang sulung usia 13 tahun. Itu pun hp jadul merk Nokia bekas saya, bukan android. Sementara si bungsu belum kami beri hp karena belum perlu. Di rumah sebetulnya ada tab merk Samsung, tapi jarang digunakan. Sementara hp milik saya dan suami adalah jenis android. Kami di rumah tidak punya PS dan semacamnya. Penggunaan internet, sosial media dan game sangat kami batasi. Anak-anak menggunakan hp saya dan suami untuk main game, si sulung punya akun di LINE karena harus ikut grup kelas. Semua masih di hp saya dan suami. Mereka belum saya ijinkan memiliki akun Facebook, IG dan Twitter sendiri. Kami batasi bukan kami larang, karena tidak mungkin kami larang.

Ya, saya dan suami tidak mungkin membendung mereka dari hal-hal seperti ini. Yang bisa kami lakukan adalah membatasi dan pelan-pelan mengajarkan pada mereka “Do & Don’t” nya. Saya selalu katakan pada mereka, sekarang kita belajar dulu, nanti akan ada waktunya kalian bebas memiliki hp kalian sendiri, bebas ber-medsos dll. Yang penting sekarang kalian harus paham bagaimana etika dan aturannya. Gadget, Internet dan dunia maya itu bisa menguntungkan kehidupan kita jika kita bijak menggunakannya.

Posted in #BukanSuperMom

Hadiah Dari Sahabat Blogger

Yang namanya kehidupan penuh dengan dinamika. Tidak monoton baik terus atau jelek terus. Termasuk kehidupan saya dan keluarga sehari-hari. Ada masanya kami baik-baik saja, namun sering juga kami mendapatkan masalah.

Setiap hari ketika pak suami dan anak-anak sudah berangkat, saya memulai aktivitas pagi dengan sarapan sambil ditemani oleh siaran tausyiah dari televisi. Sengaja memilih program ini daripada acara lain karena katanya yang namanya iman itu naik turun, jadi supaya iman ini stabil dan naik terus maka harus rajin dipupuk dan disirami dengan segala sesuatu yang bisa menambah kedekatan kita pada Allah SWT. Jadi saya nonton program tausyiah dalam rangka menjaga keimanan saya.

Setiap hari saya selalu mendengar ustad dan ustadzah penceramah berkata : “setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya,” dan satu lagi yang ini :”manusia yang sedang ditimpa masalah jika ia bersabar dan tawakal kepada Allah pasti akan mendapatkan jalan keluarnya”.

Yang namanya kehidupan penuh dengan dinamika. Tidak monoton baik terus atau jelek terus. Termasuk kehidupan saya dan keluarga sehari-hari. Ada masanya kami baik-baik saja, namun sering juga kami mendapatkan masalah.

Seperti yang saya hadapi belakangan ini. Di rumah anak-anak lagi ‘soleh banget’. Ada aja kelakuan mereka yang memancing emosi saya. Karena hal sepele saja bisa membuat mereka berdua berantem sampai ‘bak-bik-buk’ (pukul-pukulan), baru sedetik dilerai mereka sudah mulai mau berantem lagi (maklum anak laki-laki semua). Atau ketika mereka banyak melanggar aturan di rumah dan nggak mau dikasih tahu (nggak mau tahu, maunya ayam goreng Ma! 😎).

Kalau sedang terpancing esmosi sama kelakuan mereka, kami di rumah udah kayak kucing lagi berantem, bersahut-sahutan berisik banget. Kepala rasanya jadi keriting….pening sekali.

Tapi kadang-kadang saya bisa menahan esmosi dan tidak terpancing sama ulah mereka yang aduhai bikin gemezzz itu.

Biasanya ini terjadi kalau tiba-tiba di kepala saya muncul perkataan ustad/ustadzah yang tadi saya sebutkan di atas. Perkataan itu muncul berkali-kali seperti running text yang ada di program berita televisi. Running text ini yang kemudian menahan gejolak esmosi jiwa saya yang saat itu nyaris meledak-ledak.

Saya langsung diam, tidak menanggapi kelakuan dan menghindar dari mereka (lari ke kamar atau ke dapur). Saya cari-cari kesibukan di kamar atau di dapur, atau ambil wudhu, istighfar dan menangis meluapkan esmosi saya sendirian. Jika perasaan saya sudah enakan, baru saya keluar tapi saya diam saja tidak menanggapi mereka. Biasanya mereka tahu diri lalu bersikap baik terhadap saya. Masalah selesai.

Eits, jangan dikira selesai sampai situ. Karena beberapa menit kemudian terjadi lagi hal error dan memancing emosi saya. LAGI 😦 .

Diam-diam, dalam setiap kesempatan saya selalu berdoa minta ampun dan pertolongan kepada Allah. Kata pak ustad juga kan kalau ada masalah tidak boleh berburuk sangka pada Allah, berdoa saja terus meminta jalan keluarnya. Allah akan menyiapkan sesuatu yang lebih baik untuk kita jika kita sabar dan tawakal kepada-Nya.

Dan hari itu pertolongan Allah datang.

Kurir ekspedisi mengantarkan sesuatu untuk saya. Saya pikir yang datang adalah buku pesanan yang saya beli di toko online. Buru-buru saya buka sampulnya.

Tapi…

What???!! Ini bukan buku pesanan saya!!!!

Saya ambil lagi sampulnya yang sudah sobek, saya baca pengirimnya…kok gak kenal ya. Saya baca dokumen ekspedisinya. Hah? Dikirim dari Makassar?? Hmm….

Setelah mengingat-ingat, akhirnya saya baru sadar ini buku hadiah giveaway dari seorang sahabat blogger yang beberapa waktu lalu mengadakan giveaway di blognya. Dan saya menjadi salah satu yang dipilih untuk mendapatkan buku ini.

ALHAMDULILLAH 🙂

Sebuah buku komik Islam berjudul “Pengen Jadi Baik 3″ karyanya Squ. Berisi tentang cerita sehari-hari keluarga Om Squ. Lucu, ringan dan penuh makna karena disisipi dengan penjelasan Al-Qur’an dan hadits.

Saya tersenyum lebar dan mengucap syukur berulang kali. Buku ini memberi secercah harapan pada persoalan yang sedang saya hadapi belakangan ini.

Pulang sekolah, anak-anak saya sodorkan buku itu. Mereka antusias sekali membacanya. Alhamdulillah tidak sampai rebutan. Dalam waktu tiga hari buku itu tamat dibaca oleh mereka. Ada perubahan? Ada, Alhamdulillah.

Benar kata pak ustad tadi,”manusia yang sedang ditimpa masalah jika ia bersabar dan tawakal kepada Allah pasti akan mendapatkan jalan keluarnya”. .

Terima kasih hadiah bukunya Mas Ismail Hasan, jazakumullah khayran.

Posted in Bandung

Mengejar Pemilik Mata Teduh Di Kota Bandung

bumi pasundan
Foto koleksi pribadi

Siapa yang tak kenal dengan Bandung? Kalau ngomongin soal kota yang satu ini pasti tak ada habisnya. Terkenal dengan berbagai kulinernya yang enak-enak, tempat wisatanya, warga kotanya yang ramah, peninggalan gedung-gedung yang dibangun pada masa penjajahan Belanda, mojang Bandung yang cantik-cantik, fashionnnya,  dan lain-lain. Ah, siapa sih yang tidak kenal dengan Walikota Bandung Kang Ridwan Kamil yang tersohor itu? Hampir setiap orang yang pernah menginjakkan kaki di Bandung memiliki kesan tersendiri yang tersimpan di berbagai sudut kotanya.

Begitu juga dengan saya. Sejak kuliah saya tinggal di kota Bandung. Punya suami orang Bandung, anak-anak saya lahir di Bandung. Bahkan tim sepak bola favorit saya adalah PERSIB si Maung Bandung. Bisa dibilang kalau tentang Bandung, saya nyaris khatam. *nyaris soalnya baru-baru ini KTP saya sudah bukan KTP Bandung*

Saya tidak akan bercerita tentang kuliner atau tempat wisata di Bandung. Karena bukan itu sih daya tarik Bandung untuk saya. Saya ingin menulis tentang Bandung awalnya karena postingan status saya di FB beberapa tahun yang lalu. Yang isinya bertapa beratnya saya meninggalkan kota ini ketika harus hijrah. Ada apa sih dengan kota Bandung sampai saya segitu cintanya sama kota yang satu ini??

Ketika saya hijrah meninggalkan Bandung, sejauh apa pun jaraknya dari  Bandung, saya dan suami selalu berdoa memohon kepada Sang Pencipta agar diberikan kemudahan untuk pulang ke Bandung. Wah, belum apa-apa kok sudah ingin pulang ke Bandung sih? Bukan, bukan itu masalahnya. Alasannya adalah hati kami tertambat di sana  pada belahan jiwa yang tinggal di Bandung yaitu kedua orang tua kami, para pemilik mata teduh (begitu saya menyebutnya).

Saya menyebut mereka pemilik mata teduh. Mata itu memang sudah tua. Mata yang terlebih dahulu melihat kehidupan ini jauh sebelum kami lahir ke bumi. Membuatnya seakan-akan bisa melihat masa depan. Kemudian mereka menceritakannya kepada kami yang kami maknai sebagai nasehat, bekal  untuk menapaki kehidupan. Dan mata itu akan berbinar-binar ketika mendengarkan kami bercerita tentang kesuksesan  di perantauan menaklukkan berbagai tantangan.

Waktu masih tinggal di Jakarta hampir dua minggu sekali ( kadang seminggu sekali) kami pulang ke Bandung untuk bertemu dengan orang tua. Kesempatan  ke Bandung kami manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk bercengkrama bersama kedua orang tua. Sementara mungkin orang lain melancong ke tempat-tempat wisata dan kuliner di kota Bandung, saya dan suami memilih untuk berada di rumah, menikmati setiap detiknya bersama mereka.

Begitu juga ketika saya dan keluarga harus pindah ke Kalimantan  . Kadang-kadang suami harus dinas luar ke Jakarta dan sekitarnya. Kesempatan ini digunakan olehnya untuk mampir ke Bandung menengok orang tua. Sebetulnya selesai dinas ingin langsung pulang ke Balikpapan, karena di sana meninggalkan istri dan anak-anak hanya bertiga saja. Tetapi yang namanya kesempatan untuk menengok orang tua sayang untuk disia-siakan.

Setiap libur semester saya dan anak-anak pasti mudik ke Bandung. Sebetulnya agak berat untuk ekonomi keluarga kami, karena tiket pesawat Balikpapan-Jakarta pp harganya tidak murah apalagi di musim liburan. Belum lagi biaya hidup di Balikpapan sangat tinggi. Membuat kami tidak bisa menabung selama tinggal di sana, karena uangnya terpakai untuk membeli tiket pesawat. Tapi saya dan suami saling menguatkan satu sama lain. Kita punya niat yang sama, mumpung orang tua masih hidup, mumpung kami masih diberi kesempatan, ayo kita pulang kampung untuk menengok mereka. Kami mengatur hidup di perantauan supaya semuanya tetap cukup.  Dengan cara hidup sederhana dan tidak neko-neko.   Soal rejeki, kami serahkan pada Yang Maha Kuasa, yakin seyakin-yakinnya  Allah SWT tidak akan menelantarkan kami selama masih terus berusaha dan berdoa.

Bagi saya masih memiliki mereka di dunia ini adalah harta yang sangat berharga. Sebagai anak, saya pikir sampai kapan pun kita tidak pernah bisa membalas semua pengorbanan orang tua. Dan saya juga sadar mereka pun tidak mengharapkan balas budi dari anak-anaknya. Harapan mereka cuma satu, yaitu melihat anaknya sukses dan bahagia dunia akherat (kalau orang tua kami sih begitu). Tapi sebagai anak, kami punya keinginan untuk bisa berbakti kepada orang tua.

Tentang keutamaan berbakti kepada orang tua, Allah SWT memuliakan kedudukan orang tua dan tertuang dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam surat Lukman : 14, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu lah kembali mu.”

Salah satu bentuk bakti kami kepada orang tua  yang masih hidup adalah dengan mengunjungi mereka. Sejauh mana  kami punya kesempatan untuk menengok mereka? Kalau menunggu kesempatan kayaknya susah. Apalagi di tengah-tengah kesibukan sehari-hari, belum lagi masalah biaya dan lainnya. Salah satu caranya adalah setiap kali ada kesempatan  segera meringankan langkah untuk bertemu mereka. Tentu saja saya dan suami harus kompak karena kita punya niat yang sama, harus saling mengingatkan agar sama-sama ikhlas menjalaninya.

Katanya diam-diam kedatangan kami sangat dinanti. Jika mendapat kabar mereka sedang sakit, begitu kami datang mereka kelihatan sehat dan ceria. Sepertinya kehadiran kami menjadi obat bagi mereka. Mungkin hanya semalam bisa bersama, tapi mudah-mudahan yang semalam itu bisa membahagiakan hati mereka….semoga.

Sering kali kami belum bisa membawakan mereka buah tangan yang layak, apalagi  memberikan mereka hadiah mewah. Kadang kami datang dengan tangan hampa, karena uang kami habis untuk tiket dan sebagainya.  Kami datang hanya membawa diri, hadir di hadapan mereka. Membawa kabar yang baik-baik dan segenap jiwa raga kami yang siap mendengarkan semua keluh kesah mereka. *maafkan kami  Ma, Pa*

Kami datang untuk menawarkan bahu kami. Ma, Pa, jangan khawatir semua pasti baik-baik saja. Ma, Pa, jangan bersedih….kami tidak akan pernah melupakan kalian. Orang yang paling berjasa dalam hidup kami. Orang yang paling sabar dan selalu memaafkan kesalahan kami. Orang yang selalu menerima kami dengan tangan terbuka, disaat orang lain menolak kami. Dan kalianlah orang yang siang malam selalu menyebut nama kami dalam doa. Tentu saja kami akan membantu kalian menghadapi masa tua  dengan sekuat tenaga, doakan kami Ma, Pa… semoga kami bisa menjadi anak-anak yang berbakti dan membahagiakan hidup kalian.

Saya datang ke Bandung karena rindu dan cinta. Rindu dan cinta kepada kedua orang tua dan mertua saya yang tinggal di sana. Mereka adalah magnet yang selalu menarik saya untuk datang dan datang lagi ke Kota Bandung. Bertemu dengan mereka adalah kebahagiaan saya. Senyuman dan peluk hangat mereka adalah oleh-oleh yang paling istimewa buat saya.

Bandung…..kutitipkan orang-orang yang aku cintai ini pada mu.

 

 

 

 

 

 

Posted in #BukanSuperMom, curcol

Mengambil Rapot Anak

Hari ini sebagian sekolah sudah ada pengambilan rapot semester ganjil. Kalau anak-anak saya baru besok dibagi rapotnya. Status bbm, wa, fb, path dll hari ini hampir semua sama isinya, yaitu tentang hasil rapot anak-anak.

Setiap kali hari pengambilan rapot ada hal yang bikin saya gemes dan jadi ingin curhat di sini..hehehe. Saya menemukan beberapa kali dan hampir di semua sekolah (anak saya kan sekolahnya pindah-pindah) ada ibu yang menjelek-jelekkan anaknya di depan guru karena nilai rapot. Terus yang bikin saya nggak  ngerti sama sekali adalah, si ibu itu mengadukan anaknya ke guru karena belajarnya kurang serius jadi nilainya kurang memuaskan.  Padahal, anaknya si ibu itu sedang menenteng piala karena ia masuk rengking tiga besar. Begini contoh percakapan si ibu dengan guru, sementara si anak duduk manis di sebelah ibunya sambil menggendong piala.
Ibu  : ” Aduh, kok nilai kamu sekarang turun sih? Kamu sih belajarnya nggak serius (sambil nunjuk-nunjuk ke hidung anaknya). Bu guru, ini anak saya sekarang banyak main ya di sekolah, belajarnya nggak serius, jadi nilainya turun.”
Bu Guru : (senyam -senyum aja)
Saya yang duduk gak jauh dari mereka lalu tepok jidat.

Saya nggak ngerti ini ibu maksudnya apa ya? Mau pamer karena anaknya berprestasi, jadi pura-pura complain tentang anak di depan guru dan ortu lainnya. Atau dia tipe ibu yang nggak puas sama hasil kerja keras anaknya. Aneh aja, udah jelas anaknya dapet piala masuk rengking tiga besar, masih ngomel seperti itu. Kalau anak saya bisa dapat piala, saya mah bakalan sujud syukur dan mengucapkan terima kasih pada bu guru dan anak saya tentunya. Udah itu aja cukup, nggak pakai complain lagi dah.

Lalu bagaimana dengan nasib anak yang nggak mendapatkan rengking? Mau kecewa seperti apa ibunya? Malu udah pasti, sedih iyaa, pengen ngomelin anaknya…bangett. Tapi bagaimana ya memang hasilnya sudah seperti itu. Jadi galau kan?

Menurut saya begini, yang berkaitan dengan hasil rapot anak dulu ya. Buat saya kalau mau berusaha dan ‘memecut’ anak sebaiknya dilakukan ketika belum bagi rapot, tepatnya pada saat belajar dan ujian. Bikin kesepakatan sama anak deh, “Nak, kalau kamu rajin belajar dan nilainya bagus nanti Mama kasih kamu…..kalau kamu belajarnya malas uang jajan Mama kurangi ya.” (ini contohnya). Jangan lupa biasakan anak untuk selalu mengingat Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Belajar keras diiringi berdoa pada Allah. Nanti selesai ujian tinggal berdoa sambil menunggu hasil. Tetaplah berdoa meminta hasil yang terbaik. Lalu ketika pembagian rapot, ajarkan anak untuk bisa menerima semua hasil kerja keras dan doa yang selama ini udah diusahakan (bukan cuma anak sih, ortunya juga harus bisa menerima kenyataan).

Kalau hasilnya baik, ajak anak untuk bersyukur pada Tuhan dan berterima kasih pada guru. Jangan lupa untuk menepati janji sesuai kesepakatan yang sudah dibuat. Ucapkan terima kasih pada anak atas kerja kerasnya. Jangan membiasakan mengeluh ini itu apalagi di depan anak. Nanti anak nggak belajar bersyukur. Nggak usah berlebihan mengekspresikan kebahagiaan kita, santai…biasa ajaa.

Kalau hasilnya jelek, ya sudah terima saja apa adanya. Jangan menjelek-jelekkan anak di depan guru, teman-temannya dan orang tua murid. Ingat, anak juga punya harga diri loh! Sebelumnya kan sudah punya kesepakatan dengan anak, penuhi kesepakatan itu, nggak usah ngomel-ngomel. Anak akan belajar bersepakat dan menerima konsekwensi dari apa yang telah diperbuatnya.

Kalau curiga ada salah nilai, sebaiknya kumpulkan bukti-bukti nilai ulangan, datangi guru, lalu cross cek bersama. Jangan bisanya cuma menjelek-jelekkan guru di belakang.

Itu soal hasil rapot. Selanjutnya tentang sikap empati kita sama ortu yang anaknya nggak dapat rengking. Pernahkah membayangkan ibu berada di posisi itu? Bagaimana rasanya jika kita ketimpa musibah lalu di depan kita melihat orang lain dapat rejeki lebih terus berlebihan mengekspresikannya (ya, bahasa lugasnya mah sombong). Rasanya pediiih Jendral!!
Iya, begitulah rasanya. Apalagi kalau sampai membuat orang lain menjadi iri hati. Aduhhh perasaan cuma urusan rapot anak-anak ya, kok jadi kemana-mana sih?
Intinya mengekspresikan bahagia boleh…itu hak kita kok, tapi…ingat tidak berlebihan, ingatlah perasaan orang lain.

Buat yang kebetulan nilai rapot anaknya kurang bagus juga jangan putus asa ayo evaluasi diri. Mungkin selama ini kurang memperhatikan anak (atau terlalu menyerahkan anak pada les bimbel dan kurang dikontrol). Berarti semester depan harus diperbaiki. Anaknya diajak untuk lebih rajin lagi belajarnya, diperhatikan dan ditemani. Dilihat juga kemampuan anak, percayalah Tuhan tidak menciptakan anak bodoh. Semua anak punya potensi berbeda, nggak semua harus jadi rengking satu dalam bidang akademis. Pertajam feeling ibu/bapak untuk mengenali bakat dan minat anaknya. Selalu bersyukur, alhamdulillah anak saya walaupun nilainya biasa aja tapi anaknya soleh banget, shalat nggak pernah ditinggalin dan rajin mengaji (misalnya). Nggak usah iri sama yang anaknya rengking. Iri hati nggak bakal mengantarkan anak-anak kita menjadi sukses.

Oh iya menghargai sebuah proses itu menurut saya penting ya. Karena hidup ini nggak ada yang instan. Jangan sampai kita menjerumuskan anak menjadi anak yang frustasi karena kecewa dengan hasil yang nggak sesuai dengan harapannya. Atau malah menjadikannya anak yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, karena selalu berpatokan pada hasil. Naudzubillah himindzalik!

Pilih mana anaknya sukses tapi kurang bahagia atau sukses dan bahagia?
Saya pribadi menginginkan anak-anak saya menjadi anak yang soleh dan bahagia dunia akherat…aamiin.

Sudah siap menerima hasil rapot anak-anak? Semoga hasilnya bagus yaa…
Selamat berlibur.

Posted in curcol, Renungan

RUMAH

digambar oleh Raditya
Raditya

Dan….

Di mana pun rumah kita berada,  ada satu rumah yang selalu menantikan kehadiran mu.
Rumah itu ada di sini Nak, di hati Ibu dan Papa.

Rumah, apa arti sebuah rumah untuk mu?

Kamu mempunyai kesan yang mendalam dengan rumah ini. Ibu ingat empat tahun yang lalu ketika kita akan meninggalkan rumah ini. Kamu sangat sedih.

Kamu sangat sedih karena akan berpisah dengan semua memory indah yang sudah tertanam dalam kepala mu bersama rumah ini. Iya, Ibu tahu di sini kamu tumbuh dan berkembang, di sini di rumah ini. Kamu belajar banyak hal, kamu mendapatkan banyak pengalaman baru yang sangat berkesan. Yang selalu kamu ceritakan kepada kami berulang kali dengan sorot mata mu yang berbinar-binar. Ibu tahu itu adalah ungkapan rasa bahagia kamu.
Ibu ingat selama di perantauan kamu selalu sedih jika mengingat rumah ini. Hanya kamu yang memiliki perasaan seperti itu dan perasaan itu menetap di hati kamu. Kamu tuangkan kerinduan mu ke dalam tulisan yang kau goreskan pada kertas-kertas.

Kami sempat kelihangan kata-kata untuk membujuk mu agar tidak bersedih.
Lalu kami meminta mu untuk berdoa, menambatkan harapan mu pada Tuhan. Sejak saat itu kamu pun selalu berdoa, meminta kepada Sang Maha Kuasa agar kamu bisa kembali lagi ke rumah ini.
“Kapan kita kembali ke rumah itu, kapan?” tanya mu berulang-ulang pada kami. Entahlah Nak, kami pun tak tahu. Sudah, berdoa saja…berdoa…

Akhirnya doa mu terkabul Nak. Tuhan mengabulkan doa kamu, kita kembali ke rumah ini, rumah yang selalu kamu rindukan. Senyum mu mengembang, bahagia sekali kami melihatnya.

Namun senyum mu kini hilang, karena kita akan meninggalkan rumah ini (lagi) dan mungkin tidak akan kembali, entahlah kami pun tidak tahu.
Kamu mulai sedih. “Aku nggak mau pindah.”

Nak, kamu masih terlalu kecil untuk mengerti bahwa manusia ditakdirkan untuk selalu bergerak dan berpindah tempat. Jangankan kamu Nak, kami saja yang sudah dewasa terkadang merasa takut dan sedih untuk berpisah dengan sesuatu yang sudah meberikan kenyamanan dan kenangan indah.

Jangan sedih ya Nak, kita pindah untuk menyongsong sesuatu yang lebih baik.
Akan ada rumah baru yang menampung kita berempat. Kita yang akan mengisinya dengan kebahagiaan.

Dan….

Di mana pun rumah kita berada, ada satu rumah yang selalu menantikan kehadiran mu.
Rumah itu ada di sini Nak, di hati Ibu dan Papa.

 

Posted in #BukanSuperMom, Anak-Anak

Menangkap Undur-Undur

image
Gambar dari : http://www.indonetwork.co.id

“Ma, undur-undur itu lucu. Kepalanya kecil tapi pantatnya besar dan jalannya mundur”, cerita si bungsu kepada saya tadi siang setelah pulang dari sekolah.

Sejak kemarin sore saya nggak enak badan. Kepala rasanya berat, tenggorokan sakit dan agak demam. Hari ini pun saya masih merasakan nggak enak badan. Setelah beres-beres rumah, saya berbaring di kasur. Sampai waktnya jemput anak-anak ke sekolah, saya baru beranjak dari tempat tidur untuk menjemput mereka.

Tiba di sekolah sebagian murid sudah keluar, termasuk kelasnya Si Bungsu. Tapi ia tak menampakkan batang hidungnya. Hanya tasnya saja yang tergeletak di dekat pos satpam. Sementara Si Sulung belum keluar kelas.

Saya menunggu sambil ngobrol dengan sesama wali murid. Nggak lama kemudian Si Sulung keluar. Yes! Saya ingin buru-buru pulang karena nggak kuat lagi demam. Dan di luar cuacanya panas sekali.

Tapi, mana ya Si Bungsu? Kok teman sekelasnya udah pada pulang, dia dari tadi nggak kelihatan? Saya tanya ke temannya ada yang bilang nggak lihat. Ada yang bilang, ” Masih main di belakang Tante, ” sambil menunjuk ke arah belakang sekolahan. Si Sulung masuk ke dalam mobil duluan untuk makan siang, saya keliling sekolahan mencari Si Bungsu.

Si Bungsu tetap nggak ada meskipun sudah saya cari sampai ke belakang sekolahan. Matahari bersinar terik sekali. Saya yang lagi sakit kepala dan demam jadi sedikit kesal dan khawatir, dimana ya anak saya ini? Saya ke mobil, bicara dengan Si Sulung yang baru selesai makan siang. “Aa, Ade dimana ya? Udah Mama cari kemana-mana nggak ada.”
“Aku juga nggak lihat Ma. Ya udah aku bantuin cari ya.” jawab Si Sulung sambil turun dari mobil.

Kami berdua mencari Si Bungsu. Bertanya ke guru dan satpam, mereka nggak tahu dimana Si Bungsu. Lalu kami bertanya sekali lagi ke teman sekelasnya yang masih menunggu dijemput di pos satpam. Ada seorang anak yang bilang kalau Si Bungsu lagi main di kebun sekolah, mencari undur-undur.

“Biar aku aja yang lari ke kebun, Mama tunggu di mobil aja, kasihan Mama demam.” Si Sulung lari ke kebun di belakang sekolah. Tak lama kemudian ia datang bersama adiknya. Lalu kami pulang.

Sampai di rumah, ketika anak-anak sedang beristirahat Si Bungsu cerita pada saya dan kakaknya apa yang tadi ia lakukan di sekolah.

“Aku sama teman-teman aku nangkep undur-undur di kebun.” katanya bersemangat.
“Emang kamu bisa nangkepnya?” tanya Sulung.
“Bisa.” jawab adiknya
“Emang dapat berapa ekor De?” tanya saya.
“Dapat sepuluh ekor, tapi dikumpulin di teman ku.” jawabnya.
“Gimana cara nangkapnya De?” tanya Sulung.
“Caranya aku tiup tanah yang berlubang pakai sedotan, supaya undur-undurnya keluar dari tanah. Terus aku sendokin tanah yang ada undur-undurnya. Aku ambil undur-undurnya, tanahnya aku buang.” jawab Si Bungsu
“Aku tadi hampir aja dapat undur-undur yang besar. Sayang lepas lagi.” lanjutnya dengan mata yang berbinar-binar. Dia senang sekali dengan pengalaman barunya ini.
image

Setelah Si Bungsu bercerita tentang pengalaman barunya menangkap undur-undur, anak-anak tidur siang. Badannya Si Bungsu udah terasa anget. Dan menjelang magrib, Si Bungsu demam.

Sekarang saya sedang begadang nungguin si Bungsu yang lagi demam tinggi. Gara-gara nangkap undur-undur di siang bolong nih.

Anak-anak senang sekali bereksplorasi dengan alam. Apalagi saya memang
membatasi mereka menggunakan gadget. Sebagai kompensasinya mereka main tanah, main air, memelihara binatang, bertanam, main bengkel-bengkelan, main bola, membuat berbagai mainan dari barang bekas dan lainnya.

Rumah acak-acakan dan baju belepotan tanah, udah biasa. Mereka bisa beresin lagi. Baju tinggal dicuci. Kalau sampe demam kayak gini, ya udah observasi aja, kasih minum yang banyak dan lakukan tata laksana demam. Saya menganggap ini adalah salah satu proses mereka belajar. Masa kanak-kanak kan cuma sekali, nggak akan terulang kembali.

Ade, cepat sembuh ya. Biar bisa main lagi!

Posted in #BukanSuperMom, curcol

Masak Untuk Lebaran Haji

sambal goreng dan kerupuk

Mau cerita soal masak memasak. Udah pada tahu kan saya nggak suka masak? iya, udah sampe bosen dengernya

Menjelang lebaran haji besok lusa , saya hari ini mulai mencicil bikin masakan. Semua ini dikarenakan Mama dan Bapak saya punya rencana lebaran di rumah saya. Karena Mama dan Bapak ke Jakarta, adik , istrinya dan anaknya  juga pasti datang ke rumah. Senang sih,  siapa yang ngga senang didatangi sama ortu dan adik. Masalahnya, saya jadinya harus masak menu lebaran, seperti : ketupat, opor ayam, gule, sambal goreng kentang+hati sapi dan acar plus kerupuk and sambal rawit.  Weww!

Kalau untuk orang serumah saya PD aja masak menu lebaran seperti itu. Soalnya suami dan anak-anak sudah sangat memaklumi hasil dan rasa masakan buatan saya yang nggak enak . Dan masaknya kan cuma untuk berempat, bisa lah. Lha lebaran haji besok, saya harus masak untuk lebih dari 4 orang dengan menu yang sekian banyak jenisnya…hmmm.

Yang lebih menegangkan lagi, ada Mama saya. Mama ini kan jago lah kalo masak-masak begini. Kalau lebaran idul fitri, Mama selalu menyajikan masakan lebaran yang enak banget rasanya. Nggak kayak anaknya yang satu ini. Ah, nggak tau ya kok saya nggak PD gara-gara nanti masakan saya mau dihidangkan ke Mama pas lebaran. Mau minta tolong ke Mama, yeee….gimana sih, kasihan donk Mama. Harusnya kan tuan rumah menjamu tamu. Tamu nggak usah ikut-ikutan repot lah.

Oke, dari hari Minggu saya sudah berpikir keras membuat rencana masak-masak. Dimulai dari bikin ketupat. Saya sudah pernah bikin ketupat, kalau lebaran haji. Tapiiii…..ketupat buatan saya teksturnya aneh. Ya, kalau sama suami dan anak-anak mah dimakan habis sih. Tapi kalau disajikan untuk Mama dan Bapak??….errr…. Oke, kan ada tukang lontong sayur yang suka lewat depan rumah. Lontongnya enak tuh, pulen. Saya mau pesan aja ke dia.Eh, taunya pas saya tanya, si tukang lonsay mau libur H-1 lebaran haji sampai hari Sabtu…..yaaah 😦 . Mau pesan ke pakde sayur, tadi nggak jualan..hadeuhh. Gimana ini teh, kayaknya harus bikin sendiri deh.

Eh, tadi pagi Mama telpon, nawarin ke saya mau dibawain lontong nggak? 🙂 hahahaha….Mama tau aja 🙂 . Ya udah saya pesan lontong dari Bandung daripada ketupat saya besok nggak karuan hasilnya…sekalian sama gulai kambingnya….terima kasih Mama, maaf ya Ma jadi ngerepotin. Untung Mama nggak bikin sendiri, tapi beli dari langganannya makanya saya mau nitip juga.

Sip, lontong sama gulai sudah beres. Sekarang tinggal bikin sambal goreng kentang + hati sapi. Saya udah belanja kentang 6 kg (buanyakkkk banget ini kayak bikin cateringan aja). Mulai tadi pagi nyicil masak ini, alhamdulillah sudah matang. Lalu saya menggoreng kerupuk. Tadi pagi beli kerupuk di pasar 1/4 kilo jadinya 1 wadah kerupuk yang jumbo. Besok tinggal bikin acar , sambal rawit dan masak opor ayam (tadi udah beli bumbunya di si Tante tukang bumbu di pasar).

Gambatte!!

Kalau kamu…iyaaa kamu, masak apa untuk lebaran haji nanti?