Tanggal 7 Juli 2012 kita sekeluarga menghabiskan weekend di Samarinda-Tenggarong. Ini adalah perjalanan pertama kami ke ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Ide untuk pergi ke Samarinda ini sebetulnya agak mendadak setelah melihat iklan televisi Festival Erau di Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara.
(gambar diambil dari http://indonesia.travel)
1. Festival Erau
Festival Erau adalah acara adat tahunan yang diadakan di Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara. Erau berasal dari bahasa Kutai ‘eroh’ yang berarti ramai, riuh, rebut, dalam suasana penuh suka cita. Pada jaman kerajaan Kutai Kartanegara, upacara Erau diadakan setiap ada pergantian raja atau penobatan raja-raja Kutai Kartanegara. Dalam perkembangannya upacara Erau ini dilaksanakan selain untuk penobatan raja-raja juga pemberian gelar kepada tokoh masyarakat. Pelaksanaan upacara Erau dilaksanakan oleh kerabat/lingkungan istana dengan mengundang seluruh tokoh masyarakat dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa bekal makanan, hasil panen, dan ternak, juga para seniman. Dalam upacara Erau, Sultan serta kerabat istana memberikan jamuan makan kepada semua rakyatnya, sebagai tanda terima kasih atas pengabdian rakyatnya. Setelah berakhirnya masa pemerintahan kerajaan Kutai Kartanegara th. 1960, wilayahnya berubah menjadi daerah otonomi, yaitu Kab. Kutai. Tradisi upacara Erau ini tetap dilestarikan sebagai pesta rakyat dan festival budaya yang menjadi agenda rutin Pemerintah Kabupaten Kutai dalam rangka memperingati hari jadi kota Tenggarong, yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara sejak th. 1782.
Festival Erau tahun ini dilaksanakan sejak tgl 27 Juni – 9 Juli 2012, selain rangkaian upacara adat, ada juga festival budaya, pameran UKM, dan berbagai macam lomba. Salah satu acara yang menyedot perhatian banyak orang adalah prosesi Mengulur Naga dan Belimbur, yaitu acara penutup dari rangkaian festival Erau. Mengulur Naga adalah mengarak replika Naga dari Museum Mulawarman ke dermaga dan dinaikkan ke kapal lalu dibawa mengitari sungai Mahakam di Tenggarong menuju Kutai Lama. Sedangkan Belimbur adalah acara siram-siraman, yang diawali oleh Sultan Kutai yang memercikan Air Tuli yang diambil dari Kutai Lama dengan mayang pinang, Air Tuli ini dipercikkan ke badannya Sultan Sendiri, kemudian ia memercikannya ke orang-orang, yang menandai dimulainya prosesi Belimbur atau siram-siraman air. Arti dari prosesi Belimbur adalah menyucikan diri. Orang yang dating ke Tenggarong pada saat prosesi Belimbur tidak boleh marah kalau kena siram air. Namun saying acara ini rupanya dinodai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, kabarnya air yang disiramkan adalah air kotor dsb. Untuk mengantisipasi hal ini, pihak penyelenggara sebetulnya sudah berulang kali membuat aturan main, tapi masih saja terulang. Jadi mungkin sebaiknya para pengunjung yang hendak mengikuti prosesi ini bisa lebih waspada.
(sumber : http://erau.kutaikartanegara.com, http://kabarita.net , http://juzzythinks.blogspot.com )
Sebetulnya kami sekeluarga nggak sempat melihat rangkaian prosesi budaya ini, karena kami datang ke Tenggarong pada waktu yang salah (nanti deh bakalan saya ceritakan salahnya dimana…hehehe :)). Tapi terus terang sebetulnya saya pribadi sangat tertarik dengan acara festival budaya semacam ini, dengan mengetahui adanya festival budaya ini, membuat saya penasaran dan mencari tahu tentang sejarah dan budaya di suatu tempat. Dengan mempelajari sejarah dan kebudayaan kita bisa belajar untuk di masa mendatang agar kehidupan kita berlangsung lebih baik lagi. Mudah-mudahan banyak orang yang mau mengerti dan bisa melestarikan kebudayaan nusantara sebagai salah satu kekayaan negeri kita.
Mengawali acara jalan-jalan kita ke Samarinda, berangkat dari Balikpapan Sabtu pk.07.00 wita, perjalanan Balikpapan -Samarinda ditempuh dalam waktu 3 jam. Melintasi Hutan Konservasi Bukit Soeharto yang menurut saya cukup terkenal. Kenapa terkenal? Karena sebelum saya pindah ke Kalimantan Timur ini, saya sudah sering mendengar tentang cerita Bukit Soeharto. Dari yang saya dengar, Bukti Soeharto adalah kawasan yang cukup angker dan serem, banyak terjadi kecelakaan di daerah itu. Jalanannya berkelok-kelok dan sepanjang jalan hanya ada hutan.
2. Sekilas mengenai TAHURA (Taman Hutan Raya) Bukit Soeharto :
TAHURA Bukit Soeharto terletak di kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara dan kecamatan Sepaku , Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Sebagian kawasan hutan ini terpotong oleh jalan poros yang menghubungkan kota Balikpapan dan Samarinda. Dapat diakses dari Balikpapan dengan jarak tempuh kurang lebih 50 km atau 45 menit. Asal muasal kawasan ini adalah berawal dari keinginan untuk melestarikan kawasan hutan hujan tropis di wilayah perkotaan agar dapat menjadi ruang masyarakat untuk melihat dan mempelajari hutan hujan tropis Indonesia. Tahun 1976 Gubernur Kaltim menetapkan kawasan tersebut sebagai zona pelestarian lingkungan hidup, kemudian dua tahun berikutnya diusulkan menjadi Hutan Lindung dengan luas 33.760 hektar. Kemudian dalam perjalanannya fungsinya diubah menjadi Hutan Wisata No. 245/Kpts-II/1987 tanggal 18 Agustus 1987 dengan luas 64.850 hektar yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 270/Menhut-II/1990 tanggal 20 Mei 1991 dengan luas 61.850 hektar), dan kemudian menjadi Taman Hutan Raya di tahun 2004, tepat satu hari sebelum berakhirnya masa tugas kabinet, melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/Menhut-II/2004. Dan lima tahun kemudian, tepat satu hari menjelang akhir masa tugas kabinet, pada tanggal 31 September 2009, kembali dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 577/Menhut-II/2009 yang menetapkan kawasan seluas 67.776 hektar sebagai Tahura Bukit Soeharto.
Universitas Mulawarman mulai melakukan kegiatan penelitian di kawasan Bukit Soeharto. Di mulai pada tahun 1981, dengan bantuan JICA, Universitas Mulawarman mulai membangun stasiun penelitian yang kemudian bernama Pusat Rehabilitasi Hutan Tropis (PUSREHUT) di kawasan tersebut. Hingga pada tahun 1997, Menteri Kehutanan melalui keputusan No. 2/Menhut-VII/1997 tertanggal 1 Januari 1997 memberikan ijin prinsip pengelolaan kawasan seluas 20.271 hektar kepada Universitas Mulawarman. Baru pada tahun 2004, melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 160/Menhut-II/2004 tangal 4 Juni 2004, ditetapkan kawasan hutan dengan tujuan khusus pada wilayah Bukit Soeharto sebagai Hutan Pendidikan dan Penelitian Universitas Mulawarman.
Tahura memiliki letak strategis yang menghubungkan empat kabupaten/kota di Kaltim (Balikpapan, Penajam Paser Utara, Samarinda, Kutai Kartanegara). Sampai saat ini Tahura sangat berjasa baik secara ekologi, sosial, dan ekonomi terhadap masyarakat sekitarnya. Kawasan ini juga hamparan perlindungan (hulu) bagi tujuh daerah aliran sungai (DAS) termasuk DAS besar Mahakam. Secara hidrologi, kawasan ini memiliki arti yang sangat penting bagi kelanjutan persediaan air masyarakat sekitarnya di Kukar, PPU, Balikpapan, Samarinda.
Pada perkembangan selanjutnya, ternyata TAHURA Bukit Soeharto ini banyak diperebutkan salah satunya oleh para penambang batu bara, karena di bawah tanah area TAHURA terdapat kandungan batu bara. Penambangan batubara berdampak negative pada lingkungan, tanah yang sudah dijadikan tambang batubara akan rusak tidak bisa ditanami lagi, apalagi kalau tidak dilakukan reklamasi, yaitu usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak sebagai akibat dari kegiatan di luar kehutanan agar dapat kembali berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Hutan_Raya_Bukit_Soeharto , http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=139747 , http://timpakul.web.id/berebut-bukit-soeharto.html , http://www.dephut.go.id )
Dan begitulah seperti yang saya lihat kemarin, TAHURA Bukit Soeharto ternyata tidak angker dan seram seperti cerita teman-teman saya. Rupanya akibat pengelolaan yang tidak konsisten yang menyebabkan TAHURA Bukit Soeharto menjadi semakin sempit dan rusak.
Kalau di daerah Jawa Barat, jalanan melintasi TAHURA mirip dengan jalan dari Bandung arah Jakarta melewati Subang. Kelokannya juga sebetulnya gak seberapa dibandingkan dengan kalau jalan dari Bandung ke Sumedang Jawa Barat sekitar derah Cadas Pangeran yang kelokannya banyak dan tajam di sisi jurang. Kalau dibandingkan dengan jalur Selatan dari Jawa Barat menuju Jawa Tengah, juga ada yang melintasi jalanan berkelok-kelok tajam, gak seberapa juga Dengan jalur Puncak di Jawa Barat malah menurut saya masih lebih serem di Puncak. Pepohonannya juga tidak lebat, masih lebih lebat pepohonan di jalan menuju Gn Tangkuban Perahu di Bandung. Jadi seremnya di sebelah mana ya?
Nggak ada kesan menyeramkan kok jalan melintasi TAHURA Bukit Soeharto. Kalau hujan memang berkabut dan jarak pandang terbatas, apalagi kalau belum hafal jalanannya jadi tetap harus berhati-hati.
……….bersambung yaa…….