Posted in Balikpapan

Liburan Ke Samarinda – Tenggarong #4 (23 Juli 2013)

Melanjutkan cerita liburan ke Samarinda dan Tenggarong…..
Malam itu kami baru sampai hotel malam hari jam setengah sepuluhan. Perut laper dan belum pada mandi, karena sudah cukup larut kita putuskan untuk buru-buru ke hotel untuk istirahat. Kita menginap di hotel Bumi Senyur Balikpapan.

Oh iya, dalam perjalanan menuju hotel,kita melewati jalan Martadinata *kalo ga salah ya* jalanan di pinggiran sungai Mahakam itu terdapat beberapa penjual telur penyu. Ya, betul, telur penyu sodara-sodara. Kami menepi dan mencoba beli. Waktu masih kecil saya pernah makan telor penyu ketika diajak ortu pergi ke daerah Banyuwangi – Jawa Timur. Ceritanya mau nostalgia, mo nyobain lagi makan telur penyu. Harganya per pcs yang sudah matang adalah Rp 12.500,-. Dijual juga telur yang belum matang. Saya beli 4 butir sajah yang sudah matang. Telur puyuh ini cangkangnya nggak keras seperti telur ayam, cangkangnya lunak, cara memasaknya sama, yaitu direbus. Isinya yang sudah direbus tidak padat seperti telur ayam, cenderung lunak dan berair dan rasanya asin. Untuk yang nggak biasa makan telur penyu pasti merasa aneh dan agak agak gimanaaaa gitu rasanya, tapi karena saya udha pernah makan, ya rasanya biasa aja. Suami dan anak-anak pada gak doyan, karena aneh, *emang betulan aneh sih :D*.

Keesokan harinya, kita nggak kemana-mana, pagi-pagi anak-anak dan Papanya pada berenang. Setelah acara berenang, kita beres-beres lalu check out, supaya nggak kemalaman sampai di Balikpapan. Hari Minggu itu kita ngga ada acara kemana-mana lagi, selain pulang.

Nah, di perjalanan pulang, setelah melewati Bukit Soeharto, ada Rumah Makan Tahu Sumedang di Kilo 50 Balikpapan. Rumah makan yang tempatnya sangat strategis, dan selalu ramai pengunjung, karena satu-satunya RM yang ada di daerah itu. Dari namanya saja sudah pasti ketahuan ya, menyajikan masakan Sunda. Dan tentu saja menjual Tahu Sumedang. Dan yang bikin surprise, para pegawainya ternyata orang sunda!!! Wuiiih berasa di lembur ini mah :). Beneran loh! Sampe tukang parkirnya juga orang sunda!

Di sana ada berbagai macam gorengan selain tahu sumedang, ada cireng lohhh!!!! Keren kan! Lalu masakannya khas sunda lah, nasi timbel komplit, gepuk, sayur asem dkk. Keren….keren….keren!!!!
Tahu sumedangnya rasanya mirip dengan yang aselinya di sumedang, lemburnya Papa Noor yang setiap tahun kita sambangi. Hanya ukurannya imoets sekali aliyas kecilll…hehehe….

Salah satu hal yang berkesan dalam perjalanan liburan kali adalah berkesempatan mampir dan makan di RM Tahu Sumedang ini.

Akhirnya kita sekeluarga kembali lagi ke rumah dengan selamat dan hati yang senang 🙂 Thanks a lot Papa Noor.

Samarinda dan Tenggarong sebetulnya punya banyak potensi untuk dijadikan pariwisata, sayangnya warganya kurang menyadari akan hal ini, Entah kenapa setiap kali saya bertanya mengenai objek wisata kepada penduduknya, mereka kelihatan bingung, dan malah punya kesan yang kurang baik terhadap kotanya sendiri. Sayang banget ya! Coba kalau setiap orang bisa mencintai dan merawat kotanya, pasti kota tersebut akan punya banyak potensi. Nggak cuma dijadikan sebagai daerah yang sumber daya alamnya dikeruk habis-habisan yang kemudian menimbulkan banyak kerusakan di sana-sini.

Saya adalah warga pendatang, saya mengagumi keindahan dan eksotisme bumi Kalimantan Timur ini, semoga yang menjadi penduduk aseli sini lebih lagi mencintai daerahnya sendiri, gak cuma berfikir untuk mengeruk habis-habisan sumber daya alamnya saja, tapi mulailah berpikir bagaimana caranya menjaga, merawat dan melestarikan tanah di bumi Kalimantan Timur ini. -PEACE-

Posted in Jalan-Jalan

Liburan Ke Samarinda – Tenggarong #3 (23 Juli 2013)

Nah,lanjut yah….Ada dua cara menuju ke Tenggarong, yaitu dengan menyeberangi sungai Mahakam dan melalui jalan darat. Menggunakan jalan darat memerlukan waktu 2,5 jam dengan kondisi jalan yang rusak dan sempit. Menyeberangi sungai adalah cara yang paling cepat dan praktis,tapi sayang jembatannya sudah runtuh pada 26 November 2011.

5. Jembatan Kutai Kartanegara
Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia. Panjang jembatan secara keseluruhan mencapai 710 meter, dengan bentang bebas, atau area yang tergantung tanpa penyangga, mencapai 270 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara kota Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Kota Samarinda. Jembatan Kutai Kartanegara merupakan jembatan kedua yang dibangun melintasi Sungai Mahakam setelah Jembatan Mahakam di Samarinda sehingga juga disebut Jembatan Mahakam II. Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate di San Fransisco, Amerika Serikat. Pembangunan jembatan ini dimulai pada tahun 1995 dan selesai pada 2001. (sumber : Wikipedia)

Akhirnya kami pun tiba di tepi sungai melintasi puing-puing reruntuhan jembatan KuKar yang sudah runtuh tenggelam. Masih terlihat sisa-sisa kemegahan dari jembatan yang punya julukan “The Golden Gate”-nya Indonesia ini, dan saya membayangkan bertapa indahnya jembatan ini sebelum runtuh. Untuk menyeberang, kami harus mengantri di tepi dermaga, dekat reruntuhan jambatan, ada dua kapal ferry yang siap mengangkut mobil kami. 1,5 jam kami menunggu, akhirnya mobil bisa naik ke ferry. Ferry ini disediakan oleh pemerintah KuKar sebagai sarana transportasi bagi masyarakat yang akan menuju ke Tenggarong, kami tidak dipungut biaya naik ferry ini aliyas gratis, karena konon kabarnya Bupati KuKar Rita Widyasari menyumbangkan gajinya untuk membiayai ongkos trasportasi bagi rakyat yang akan menyeberangi sungai Mahakam ked an menuju Tenggarong menggunakan ferry.

Selama 5 menit kami mengapung di atas sungai yang sangat lebar, Mahakam. Dari kejauhan kami melihat dan mengabadikan gambar pemandangan sekitar sungai dan sisa-sisa jembatan KutaiKartanegara.

Setelah tiba di dermaga Tenggarong, kami langsung menuju ke museum Mulawarman. Jalan menuju ke Museum yang terletak di pinggir sungai, kami melewati kantor pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara yang terlihat megah dan bagus sekali. Kabupaten Kutai Kartanegara adalah daerah yang kaya akan sumber daya alam, terutama minyak bumi, gas alam dan batubara.

Pusat keramaian Fesrival Erau terleltak di Istana Sultan Kutai Kartanegara dan Museum Mulawarman. Sayangnya hari itu sudah senja menjelang magrib, acara festival adat sudah selesai, jadi kami nggak sempat melihat apa-apa. Kami hanya melihat pemandangan di tepian sungai Mahakam. Melihat Pulau Kumala dari kejauhan, tanpa bisa menyeberanginya, karena sudah menjelang magrib.


6. Pulau Kumala
Adalah pulau buatan seluas 76 hektar yang di bangun di daerah delta atau muara sungai Mahakam. Pulau ini dijadikan kawasan wisata, beberapa fasilitas wisata yang bisa dinikmati di pulau ini antara lain : sky tower setinggi 100 meter untuk menikmati keindahan dari udara, kereta api mini area permainan dan kereta gantung yang menghubungkan dengan daratan. Di pulau ini terdapat DSJ Resort lengkap dengan kolam renang dan sarana bagi mereka yang ingin istirahat, yaitu satu-satunya cottage di tengah Sungai Mahakam di lokasi Pulau ini dipersiapkan Aquarium Raksasa bagi ikan pesut, lumba-lumba air tawar. (sumber : Wikipedia)

Setelah puas menikmati senja di tepian sungai Mahakam di Pulau Tenggarong, aadzan magrib berlumandang, jam 19.00 penyeberangan ferry ke Samarinda dibuka kembali, kami pun menyempatkan shalat magrib di salah satu mesjid. Setelah shalat magrib, kami menuju dermaga penyeberangan, karena baru dibuka, tidak antri. Mobil telah memasuki kapal ferry, kami pun kembali mengapung di atas sungai Mahakam, meninggalkan Tenggarong. Sebetulnya masih banyak yang ingin kami lihat dan kunjungi di Tenggarong, festival Erau yang merupakan tujuan utama kami, terpaksa tidak bisa kami lihat,mungkin lain kali kami akan kembali main ke sana.
Tiba di tanah Samarinda, kami langsung menuju hotel, waktu menunjukkan pukul 21.30 sudah malam, anak-anak sudah pada kecapekan ingin istirahat, malam itu kami menginap dan melepas lelah di Hotel Bumi Senyur Samarinda.

Posted in Jalan-Jalan

Liburan Ke Samarinda – Tenggarong #2 (23 Juli 2013)


Setelah melewati kawasan TAHURA Bukit Soeharto selama kurang lebih 30 menit, kemudian kami melintasi derah Loa Janan Samarinda. Hari itu hujan turun sejak malam belum berhenti. Tiga puluh menit kemudian kami sudah bisa melihat sungai Mahakam dari kejauhan.

3. Sungai Mahakam
Sungai Mahakam adalah sungai terbesar di Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makassar. Panjangnya 920 km lebar sekitar 300 – 500 m melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir. Di sungai Mahakam ini hidup ikan pesut Mahakam, spesies mamalia ikan air tawar yang sekarang hampir punah (kabarnya ikan pesut di dunia hanya hidup di tiga sungai, yaitu sungai Mahakam, sungai Irawady dan sungai Mekong, ikan pesut di sungai Irawady dan sungai Mekong sudah punah, tinggal di sungai Mahakam masih tersisa 50 ekor). Sejak dahulu sungai Mahakam memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat sekitarnya, sebagai sumber air, perikanan maupun transportasi.
(sumber : Wikipedia)

Saya begitu takjub melihat sungai yang sangat besar itu (maklum baru pertama kali melihat sungai seperti sungai Mahakam). Penduduk Samarinda sebagian menyebut sungai Mahakam dengan sebutan ‘laut’.

Selagi menyeberangi jembatan sungai Mahakam dari kejauhan terlihat sebuah mesjid besar di tepian sungai. Ternyata itu adalah Mesjid Islamic Centre Samarinda. Mesjidnya besaaaarrrr sekali  subhanalloh *maafkeun kalau saya naris beginih, harap maklum*. Selain besar, Mesjid ini indah sekali, bersih, nyaman, adem. Begitu tiba di kota Samarinda kami langsung menyambangi mesjid Islamic Centre. Di sana kami shalat sunnah dhuha dan mendengarkan kajian yang kebetulan sedang berlangsung. Betah berlama-lama di dalam mesjid.

Mesjid Islamic Center Samarinda adalah mesjid terbesar kedua se Asia Tenggara setelah mesjid Istiqlal Jakarta. Ketika masih tinggal di Jakarta, saya pernah mengunjungi mesjid Istiqlal, namun saya lebih suka dengan mesjid Islamic Center Samarinda karena lebih bersih, apalagi bagian tempat wudhu dan toiletnya, bersih dan terang. Kalau di mesjid Istiqlal, bagian tempat wudhunya terkesan gelap.

Mesjid ini punya satu kubah besar dikelilingi oleh 7 menara, yang satu diantaranya bernama menara 99 Asmaul Husna yang tingginya 99 meter. Kalau dilihat dari kejauhan mesjid ini seperti berasa persis di tepi sungai, apalagi kalau dilihat dari malam hari, sangat cantik.

Pelataran mesjid juga terlihat cantik, di sisi kanan dan kiri terdapat tempat berwudhu bernentuk bangunan lingkaran yang di sisi-sisinya terdapat keran-keran air untuk berwudhu. Di dekatnya ada pohon seperti pohon kurma yang tumbuh di dalam pot besar, yang sisi potnya bisa dipakai untuk duduk-duduk.

4.Mesjid Islamic Center Samarinda
Adalah masjid yang terletak di kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia, yang merupakan masjid termegah dan terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal.Dengan latar depan berupa tepian sungai Mahakam, masjid ini memiliki menara dan kubah besar yang berdiri tegak.Masjid ini memiliki luas bangunan utama 43.500 meter persegi. Bangunan masjid ini memiliki sebanyak 7 menara dimana menara utama setinggi 99 meter yang bermakna asmaul husna atau nama-nama Allah yang jumlahnya 99. Menara utama itu terdiri atas bangunan 15 lantai masing-masing lantai setinggi rata-rata 6 meter. Sementara itu, anak tangga dari lantai dasar menuju lantai utama masjid jumlahnya sebanyak 33 anak tangga. Jumlah ini sengaja disamakan dengan sepertiga jumlah biji tasbih. Selain menara utama, bangunan ini juga memiliki 6 menara di bagian sisi masjid. Masing-masing 4 di setiap sudut masjid setinggi 70 meter dan 2 menara di bagian pintu gerbang setinggi 57 meter. Enam menara ini juga bermakna sebagai 6 rukun iman. (sumber : Wikipedia)

Setelah melepas lelah di mesjid plus sedikit foto-foto, kami meniggalkan mesjid karena sudah dijemput oleh anak buah Papa Noor, yaitu Mas Aan dan istrinya. Mereka yang menjadi guide kami di Samarinda. Setelah dari Mesjid Islamic Center kami ke Kebun Binatang Samarinda. Sepanjang perjalanan dari Balikpapan, hujan belum berhenti. Begitu pula ketika kami sampai di Kebun Binatang Samarinda. Sayang sekali, kebun binatang ini tidak dirawat dengan baik. Kesannya kotor dan kandang-kandang hewan kelihatan tidak dirawat dengan baik. Ada tempat penyewaan sepeda dan ATV, dan di belakang bagian hutan sebetulnya ada jalan setapak yang bisa ditelusuri untuk hiking. Tapi sayang, saat itu sedang turun hujan, jadi ngga bisa hiking di hutannya. Anak-anak aja yang senang melihat binatang-binatang, yang koleksinya sangat terbatas sekali.

Dari kebun binatang Samarinda, kita jalan lagi menuju Tenggarong. Sebetulnya rencana awal, kita akan ke Tenggarong hari minggu pagi untuk melihat penutupan festival Erau. Tapi informasi dari guide kita, katanya penutupan Festival Erau justru pada hari Sabtunya. Jadi buru-buru lah kita menuju ke Tenggarong. Samarinda-Tenggarong memakan waktu dua jam perjalanan darat plus naik feri 5 menit menyeberangi sungai Mahakam, karena jembatannya putus.

…….bersambung……..

Posted in Jalan-Jalan

Liburan Ke Samarinda – Tenggarong #1 (23 Juli 2013)

Tanggal 7 Juli 2012 kita sekeluarga menghabiskan weekend di Samarinda-Tenggarong. Ini adalah perjalanan pertama kami ke ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Ide untuk pergi ke Samarinda ini sebetulnya agak mendadak setelah melihat iklan televisi Festival Erau di Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara.

(gambar diambil dari http://indonesia.travel)
1. Festival Erau
Festival Erau adalah acara adat tahunan yang diadakan di Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara. Erau berasal dari bahasa Kutai ‘eroh’ yang berarti ramai, riuh, rebut, dalam suasana penuh suka cita. Pada jaman kerajaan Kutai Kartanegara, upacara Erau diadakan setiap ada pergantian raja atau penobatan raja-raja Kutai Kartanegara. Dalam perkembangannya upacara Erau ini dilaksanakan selain untuk penobatan raja-raja juga pemberian gelar kepada tokoh masyarakat. Pelaksanaan upacara Erau dilaksanakan oleh kerabat/lingkungan istana dengan mengundang seluruh tokoh masyarakat dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa bekal makanan, hasil panen, dan ternak, juga para seniman. Dalam upacara Erau, Sultan serta kerabat istana memberikan jamuan makan kepada semua rakyatnya, sebagai tanda terima kasih atas pengabdian rakyatnya. Setelah berakhirnya masa pemerintahan kerajaan Kutai Kartanegara th. 1960, wilayahnya berubah menjadi daerah otonomi, yaitu Kab. Kutai. Tradisi upacara Erau ini tetap dilestarikan sebagai pesta rakyat dan festival budaya yang menjadi agenda rutin Pemerintah Kabupaten Kutai dalam rangka memperingati hari jadi kota Tenggarong, yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara sejak th. 1782.
Festival Erau tahun ini dilaksanakan sejak tgl 27 Juni – 9 Juli 2012, selain rangkaian upacara adat, ada juga festival budaya, pameran UKM, dan berbagai macam lomba. Salah satu acara yang menyedot perhatian banyak orang adalah prosesi Mengulur Naga dan Belimbur, yaitu acara penutup dari rangkaian festival Erau. Mengulur Naga adalah mengarak replika Naga dari Museum Mulawarman ke dermaga dan dinaikkan ke kapal lalu dibawa mengitari sungai Mahakam di Tenggarong menuju Kutai Lama. Sedangkan Belimbur adalah acara siram-siraman, yang diawali oleh Sultan Kutai yang memercikan Air Tuli yang diambil dari Kutai Lama dengan mayang pinang, Air Tuli ini dipercikkan ke badannya Sultan Sendiri, kemudian ia memercikannya ke orang-orang, yang menandai dimulainya prosesi Belimbur atau siram-siraman air. Arti dari prosesi Belimbur adalah menyucikan diri. Orang yang dating ke Tenggarong pada saat prosesi Belimbur tidak boleh marah kalau kena siram air. Namun saying acara ini rupanya dinodai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, kabarnya air yang disiramkan adalah air kotor dsb. Untuk mengantisipasi hal ini, pihak penyelenggara sebetulnya sudah berulang kali membuat aturan main, tapi masih saja terulang. Jadi mungkin sebaiknya para pengunjung yang hendak mengikuti prosesi ini bisa lebih waspada.
(sumber : http://erau.kutaikartanegara.com, http://kabarita.net , http://juzzythinks.blogspot.com )

Sebetulnya kami sekeluarga nggak sempat melihat rangkaian prosesi budaya ini, karena kami datang ke Tenggarong pada waktu yang salah (nanti deh bakalan saya ceritakan salahnya dimana…hehehe :)). Tapi terus terang sebetulnya saya pribadi sangat tertarik dengan acara festival budaya semacam ini, dengan mengetahui adanya festival budaya ini, membuat saya penasaran dan mencari tahu tentang sejarah dan budaya di suatu tempat. Dengan mempelajari sejarah dan kebudayaan kita bisa belajar untuk di masa mendatang agar kehidupan kita berlangsung lebih baik lagi. Mudah-mudahan banyak orang yang mau mengerti dan bisa melestarikan kebudayaan nusantara sebagai salah satu kekayaan negeri kita.

Mengawali acara jalan-jalan kita ke Samarinda, berangkat dari Balikpapan Sabtu pk.07.00 wita, perjalanan Balikpapan -Samarinda ditempuh dalam waktu 3 jam. Melintasi Hutan Konservasi Bukit Soeharto yang menurut saya cukup terkenal. Kenapa terkenal? Karena sebelum saya pindah ke Kalimantan Timur ini, saya sudah sering mendengar tentang cerita Bukit Soeharto. Dari yang saya dengar, Bukti Soeharto adalah kawasan yang cukup angker dan serem, banyak terjadi kecelakaan di daerah itu. Jalanannya berkelok-kelok dan sepanjang jalan hanya ada hutan.


2. Sekilas mengenai TAHURA (Taman Hutan Raya) Bukit Soeharto :
TAHURA Bukit Soeharto terletak di kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara dan kecamatan Sepaku , Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Sebagian kawasan hutan ini terpotong oleh jalan poros yang menghubungkan kota Balikpapan dan Samarinda. Dapat diakses dari Balikpapan dengan jarak tempuh kurang lebih 50 km atau 45 menit. Asal muasal kawasan ini adalah berawal dari keinginan untuk melestarikan kawasan hutan hujan tropis di wilayah perkotaan agar dapat menjadi ruang masyarakat untuk melihat dan mempelajari hutan hujan tropis Indonesia. Tahun 1976 Gubernur Kaltim menetapkan kawasan tersebut sebagai zona pelestarian lingkungan hidup, kemudian dua tahun berikutnya diusulkan menjadi Hutan Lindung dengan luas 33.760 hektar. Kemudian dalam perjalanannya fungsinya diubah menjadi Hutan Wisata No. 245/Kpts-II/1987 tanggal 18 Agustus 1987 dengan luas 64.850 hektar yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 270/Menhut-II/1990 tanggal 20 Mei 1991 dengan luas 61.850 hektar), dan kemudian menjadi Taman Hutan Raya di tahun 2004, tepat satu hari sebelum berakhirnya masa tugas kabinet, melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 419/Menhut-II/2004. Dan lima tahun kemudian, tepat satu hari menjelang akhir masa tugas kabinet, pada tanggal 31 September 2009, kembali dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 577/Menhut-II/2009 yang menetapkan kawasan seluas 67.776 hektar sebagai Tahura Bukit Soeharto.
Universitas Mulawarman mulai melakukan kegiatan penelitian di kawasan Bukit Soeharto. Di mulai pada tahun 1981, dengan bantuan JICA, Universitas Mulawarman mulai membangun stasiun penelitian yang kemudian bernama Pusat Rehabilitasi Hutan Tropis (PUSREHUT) di kawasan tersebut. Hingga pada tahun 1997, Menteri Kehutanan melalui keputusan No. 2/Menhut-VII/1997 tertanggal 1 Januari 1997 memberikan ijin prinsip pengelolaan kawasan seluas 20.271 hektar kepada Universitas Mulawarman. Baru pada tahun 2004, melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 160/Menhut-II/2004 tangal 4 Juni 2004, ditetapkan kawasan hutan dengan tujuan khusus pada wilayah Bukit Soeharto sebagai Hutan Pendidikan dan Penelitian Universitas Mulawarman.
Tahura memiliki letak strategis yang menghubungkan empat kabupaten/kota di Kaltim (Balikpapan, Penajam Paser Utara, Samarinda, Kutai Kartanegara). Sampai saat ini Tahura sangat berjasa baik secara ekologi, sosial, dan ekonomi terhadap masyarakat sekitarnya. Kawasan ini juga hamparan perlindungan (hulu) bagi tujuh daerah aliran sungai (DAS) termasuk DAS besar Mahakam. Secara hidrologi, kawasan ini memiliki arti yang sangat penting bagi kelanjutan persediaan air masyarakat sekitarnya di Kukar, PPU, Balikpapan, Samarinda.
Pada perkembangan selanjutnya, ternyata TAHURA Bukit Soeharto ini banyak diperebutkan salah satunya oleh para penambang batu bara, karena di bawah tanah area TAHURA terdapat kandungan batu bara. Penambangan batubara berdampak negative pada lingkungan, tanah yang sudah dijadikan tambang batubara akan rusak tidak bisa ditanami lagi, apalagi kalau tidak dilakukan reklamasi, yaitu usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak sebagai akibat dari kegiatan di luar kehutanan agar dapat kembali berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Hutan_Raya_Bukit_Soeharto , http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=139747 , http://timpakul.web.id/berebut-bukit-soeharto.html , http://www.dephut.go.id )

Dan begitulah seperti yang saya lihat kemarin, TAHURA Bukit Soeharto ternyata tidak angker dan seram seperti cerita teman-teman saya. Rupanya akibat pengelolaan yang tidak konsisten yang menyebabkan TAHURA Bukit Soeharto menjadi semakin sempit dan rusak.

Kalau di daerah Jawa Barat, jalanan melintasi TAHURA mirip dengan jalan dari Bandung arah Jakarta melewati Subang. Kelokannya juga sebetulnya gak seberapa dibandingkan dengan kalau jalan dari Bandung ke Sumedang Jawa Barat sekitar derah Cadas Pangeran yang kelokannya banyak dan tajam di sisi jurang. Kalau dibandingkan dengan jalur Selatan dari Jawa Barat menuju Jawa Tengah, juga ada yang melintasi jalanan berkelok-kelok tajam, gak seberapa juga Dengan jalur Puncak di Jawa Barat malah menurut saya masih lebih serem di Puncak. Pepohonannya juga tidak lebat, masih lebih lebat pepohonan di jalan menuju Gn Tangkuban Perahu di Bandung. Jadi seremnya di sebelah mana ya?

Nggak ada kesan menyeramkan kok jalan melintasi TAHURA Bukit Soeharto. Kalau hujan memang berkabut dan jarak pandang terbatas, apalagi kalau belum hafal jalanannya jadi tetap harus berhati-hati.

……….bersambung yaa…….