Posted in #BukanSuperMom, curcol

Belajar Beradaptasi (bagian 2)

image

Ketika harus hijrah ke tempat baru, tak hanya anak-anak yang wajib beradaptasi dengan lingkungan baru. Kami, orang tuanya pun harus bisa cepat mengkondisikan diri dengan tempat yang baru. Kalau bukan karena rasa tanggung jawab yang besar sebagai orang tua dan memang kami sudah lebih dewasa dari pada anak-anak, sebetulnya hal ini tidaklah mudah untuk dilalui.

Mungkin saya adalah orang yang penakut, takut akan perubahan, takut keluar dari zona nyaman. Setiap kali pindah saya selalu dilanda perasaan khawatir. Apakah di tempat yang baru akan baik-baik saja? Dan ribuan perasaan galau memenuhi kepala saya. Tapi, saya harus kuat, saya harus tegar dan optimis di tempat yang baru saya akan baik-baik saja.

Kenangan indah dan semua kenyamana di tempat lama harus saya tinggalkan. Mengingat-ingatnya hanya akan menciutkan hati saya. Pada kenyataannya tak mudah beradaptasi di tempat baru. Tapi bukan berarti saya tidak bisa melewatinya.

Saya pikir, masalah pertemanan hanya dialami oleh anak-anak saja. Misalnya ada yang suka berkelompok, ada yang suka pamer, ada yang suka iri, ada yang suka mengadu domba dst. Karena   menurut saya orang yang lebih tua umurnya pasti lebih dewasa dan bijaksana. Ternyata prasangka saya meleset. Pertemanan diantara orang dewasa (baca : ibu-ibu) itu kadang tak ada bedanya seperti anak-anak, lebih tepatnya kekanak-kanakan.

Persoalan bullying juga saya alami, iya saya pernah dibully oleh sesama ibu. Apa pasalnya? Rata-rata karena sosok saya yang sederhana dan apa adanya. Saya suka tampil apa adanya, asalkan nyaman ya nggak masalah buat saya. Tapi ternyata gara-gara hal ini saya pernah dipelototin dari ujung kaki sampai ujung kepala sama seorang ibu.  Saya padahal sudah berusaha berpakaian rapi dan tidak norak. Memang saya tidak pernah memakai perhiasan, karena memang tidak suka, dan tas yang saya pakai adalah tas murah merk lokal, bukan tas bermerk yang harganya jutaan. Mungkin di mata mereka saya ini orang apalah…yang patut dipandang sebelah mata. Sehingga ketika berpapasan, meskipun saya melemparkan senyum, ibu tersebut pura-pura tidak melihat saya. Lain waktu saya pernah ditegur oleh seorang ibu istri asisten manager sebuah perusahaan minyak, gara-gara penampilan saya yang biasa ini. Begini kira-kira tegurannya, “Kamu itu sebetulnya punya wajah manis *ehem*, tapi coba deh lihat pakaian kamu biasa banget, pakai kerudung juga yang polosan kayak gini, cobalah diperbaiki.” sambil pegang-pegang jilbab yang sedang saya kenakan. Soal HP (hand phone), saya juga pernah diolok-olok karena hp saya bukan blackberry yang saat itu lagi naik daun. Hp saya hp jadoel, tapi masih bisa dipakai komunikasi. Gara-gara hp ini, saya sampai curhat sama suami. Kemudian suami menawarkan untuk membelikan saya BB baru. Saya tolak tawarannya, karena hal ini bukan masalah yang urgent dan ya ampun suami saya aja masih bertahan dengan hp nokianya meskipun kini ia sudah naik jabatan, masa saya yang cuma emak-emak aja minta yang melebihi suami?? Istri macam apa aku ini?…Enggak lah, kemuliaan seseorang bukan terletak pada tas bermerk, perhiasan atau hp (bagi saya sih begitu).

Lalu bagaimana menghadapinya? Ya slow kayak di pulau aja sih *padahal di rumah curhat melulu sama suami*…huhuhu. Ya nggak apa-apa kan kalau curhatnya ke suami. Alhamdulillah suami selalu menguatkan hati saya, beliau selalu bisa membuat saya berdiri tegak menghadapi segala macam tantangan di luar sana.

Bagi saya bersosialisasi alias berteman adalah hal penting dalam hidup. Jadi, tantangan di atas yang pernah saya alami tidak membuat saya kapok. Saya terus bergaul, mencari teman yang lebih baik lagi, yang membuat saya lebih nyaman. Kenapa? Karena saat itu saya hidup merantau jauh dari tanah kelahiran dan para sanak saudara. Saya harus menemukan saudara baru di perantauan.

Saya jadi ingat pesan tetangga sepuh di tempat tinggal kami terdahulu. Ia berkata seperti ini pada saya, “Jeng itu orang baik *uhuk*, jangan takut, orang baik itu pasti mendapat tempat yang baik pula.”

Seiring dengan berjalannya waktu saya pun akhirnya bertemu dengan orang-orang yang baik terhadap saya. Teman-teman yang sejalan dengan saya dan saya nyaman dengan mereka. Teman yang ikhlas mau berteman dengan saya yang selalu tampil apa adanya dan bukan karena melihat apa yang saya miliki ( mobil, rumah, perhiasan, tas dll). Teman yang selalu menghibur dikala sedih dan selalu ada dikala saya sedang kesusahan. Saya merasa bahagia sekali, perkataan nenek itu benar! Mereka, teman-teman saya adalah saudara baru saya.

Dalam bergaul ada pakem-pakem yang selalu saya taati. Diantaranya adalah :
1. Jangan sok eksklusif
Apa pun latar belakang kita, kaya, jenius, cantik, keturunan darah biru dst, jangan sombong. Dunia ini luasss…yang hebat itu nggak hanya kita. Jadi jangan sombong lah yaw!
2. Jangan rendah diri
Ok, nggak boleh sombong bukan berarti boleh rendah diri. Meskipun secara duniawi nggak punya harta berlimpah dst, jangan bikin kita rendah diri. Ingat, kita ini sama-sama ciptaan Tuhan dan Tuhan menciptakan kita dengan berbagai potensi. Menurut saya salah satu bentuk rasa syukur kita atas nikmat Allah adalah dengan tidak sombong dan tidak rendah diri. Soalnya kalau rendah diri bakalan bikin diri kita nggak maju, dan cenderung dekat dengan yang namanya iri hati.
3. Jadilah diri sendiri
Ini kasus yang paling banyak menimpa ibu-ibu karena mereka nggak tahan untuk tampil menjadi dirinya sendiri. Banyak ibu-ibu yang “tergelincir” karena hal ini. Karena nggak mau kalah gengsi, nggak tahan dibully terus menerus oleh lingkungannya, akhirnya memutuskan untuk mengikuti arus. Menurut saya, teman yang baik adalah yang bisa menerima kelebihan dan kekurangan kita. Kalau mereka nggak bisa menerima keadaan/diri kita yang sebenarnya, tinggalkan saja, carilah teman lain. Jangan mau dijajah.
4. Bersikap amanah
Diakui atau tidak, yang namanya ibu-ibu itu rumpi abis. Senangnya mengobrol, apalagi kalau yang diobrolin itu hot gosip. Kadang-kadang tanpa terasa, rahasia teman kita yang lain yang sudah diamanatkan untuk tidak diceritakan pada orang lain…bocor. Padahal, kebayang nggak kalau rahasia kita yang bocor, lalu kita dipergunjingkan di sana-sini oleh teman kita?? Pasti rasanya nggak enak banget kan? Belum lagi hal ini bisa dijadikan bahan untuk mengadu domba. Haduhh…runyam…runyam..jangan sampai begitu lah. Amanah itu harus dijaga. Agar orang percaya pada kita dan reputasi kita baik di mata orang lain.
5. Tidak sembarangan curhat
Bagi saya tidak semua hal mengenai urusan pribadi kita harus diketahui oleh teman. Terutama urusan rumah tangga dan hubungan kita dengan suami. It is BIG NO! Urusan rumah tangga cukup kita dan suami yang tahu, makanya penting sekali membangun komunikasi yang baik dengan suami. Harus nurut dan kompak sama suami. Jangan apa-apa bocor ke teman. Saya sangat tidak suka kalau ada ibu-ibu yang suka membicarakan urusan ranjang, meskipun itu hanya guyonan. Aduh, saru banget sih, kayak nggak ada topik lain apa ya?
Menurut saya hubungan yang baik dengan teman adalah apabila kita menjaga batas dengan teman kita. Saling menghormati, menghargai dan mengerti satu sama lain.
6. Berbuat baik karena mengharap ridha Allah bukan ridhanya manusia
Dalam sebuah hubungan pertemanan, sering kali kita berharap banyak pada teman karena kita merasa sudah berbuat banyak untuk mereka. Menurut saya hal ini tidak tepat, karena selayaknya ketika kita berbuat baik itu hanya semata-mata karena kita ingin mengharap ridha Allah. Jika berharap pada manusia, harus siap-siap kecewa.

Buat sahabat-sahabat ku, terima kasih banyak ya 🙂 . Semoga kita semua diberikan kemudahan ketika harus beradaptasi di tempat yang baru.

– tamat –